Posted by Blogger Name. Category:
cerpen Islami
Penulis : Miftakhus Saadah
Semoga cerpen ini bermanfaat buat yang membacanya
Kisahku berawal beberapa tahun yang lalu. “Aku yang dulu bukanlah
yang sekarang”, begitu lirik sebuah lagu. Aku yang dulu memang hanyalah
seorang gadis tanpa penutup kepala yang selalu memanfaatkan waktu
sekadar mengelilingi kota dengan kawan-kawan. Laki-laki dan perempuan
bagiku sama, kami bergandengan, kami saling menjaili, dan kami
bersahabat. Oh ya, aku lupa mengenalkan namaku, namaku Mita.
Suatu ketika, aku punya teman baru. Namanya Maya. Dia gadis
berjilbab. Aku pikir seorang berjilbab akan susah beradaptasi dengan aku
dan kawan lainnya. Tapi nyatanya aku salah, dia seorang yang mudah
bergaul. Sejak itu aku tahu, berjilbab bukanlah halangan seseorang untuk
menggauli kehidupan. Sejak itu, aku, Maya, Desi dan Anggun bersahabat.
Kami bertiga banyak belajar dari Maya. Menelusuri kehidupannya seperti
mendengar sebuah kisah dongeng. Kisah duka maupun suka, semua mengalir
begitu saja di hidupnya.
Hari kami lalui bersama. “Empat Sekawan” adalah sebutan kami yang
kami namai sendiri, kami seperti saudara yang membentuk keluarga kecil
di lingkungan kehidupan. Lingkaran yang kami bentuk atas dasar
kebersamaan telah menjadikan lingkaran itu menjadi lingkaran cinta.
Semakin lama aku mengenal Maya, semakin kagum pula aku pada kehidupannya. “Suatu saat aku juga akan berubah.” Kataku dalam hati.
Semakin lama aku mengenal Maya, semakin kagum pula aku pada kehidupannya. “Suatu saat aku juga akan berubah.” Kataku dalam hati.
“Memakai jilbab terus apa tidak panas?” pertanyaan konyol aku lontarkan tiba-tiba pada Maya
“Kau pernah memakai jilbab?”
“Kenapa kau malah balik tanya?” jawabku dalam hati
Aku menggangguk “Aku memakai jilbab jika kuperlukan, selebihnya tidak.”
“Kau yakin hanya memerlukannya beberapa saat, kau tak butuh jilbab dalam hidupmu?”
Aku terdiam
“Kau pernah memakai jilbab?”
“Kenapa kau malah balik tanya?” jawabku dalam hati
Aku menggangguk “Aku memakai jilbab jika kuperlukan, selebihnya tidak.”
“Kau yakin hanya memerlukannya beberapa saat, kau tak butuh jilbab dalam hidupmu?”
Aku terdiam
Entah mengapa, sejak pertanyaan aneh itu ku lontarkan padanya, dia
sering mengajakku pergi. Kami berdua menyusuri jalan dan banyak hal yang
ku dapatkan dari perjalananku itu. Persahabatan, kedamaian, semuanya.
“Apa orang berjilbab pasti baik sepertimu?”
“Belum tentu. Tapi setidaknya dengan berjilbab mereka tahu agamamu dan kau akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.”
Aku tersenyum “Ketertarikanku pada jilbab semakin bertambah.” Gumamku dengan sedikit keraguan masih membelenggu
“Nampaknya kau masih ragu? (Maya melirikku) Suatu saat kau akan dapat jilbabmu dan kau akan bangga mengenakannya.”
“Belum tentu. Tapi setidaknya dengan berjilbab mereka tahu agamamu dan kau akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.”
Aku tersenyum “Ketertarikanku pada jilbab semakin bertambah.” Gumamku dengan sedikit keraguan masih membelenggu
“Nampaknya kau masih ragu? (Maya melirikku) Suatu saat kau akan dapat jilbabmu dan kau akan bangga mengenakannya.”
Dengan kemantapan yang memenuhi pundakku, aku berjalan ke gerbang
sekolah baruku. Aku bukan anak SMP lagi yang memakai rok pendek selutut
di atas lutut dengan atasan selengan, yang kala itu aku kenakan untuk
bergaya saja. Tapi sekarang seragamku putih abu-abu yang menjulur
panjang. “Di sekolah ini aku sebisa mungkin menemukan diriku yang baru.
“Maya, andai kau tahu sekarang temanmu ini sudah mulai berubah” ucapku
dalam hati
Suatu hari, aku harus bermain drama. Tapi, dalam skenario harus ada
adegan bergandengan dan berpelukan dengan lawan jenis. Aku ragu
melakukannya. “Aku mengundurkan diri menjadi tokoh utama.” Aku memulai
pembicaraan saat diskusi kelompok, Semua terkejut menatapku, Aku pikir
nanti aku hanyalah narator. Ternyata karena kekurangan pemain aku
berperan triple dalam drama, menjadi sutradara, tokoh antagonis, dan
juga narator. Meskipun lelah tapi aku menikmatinya, setidaknya aku tidak
melakukan adegan terlarang itu. Dan aku sebisa mungkin agar pemain
laki-laki dan perempuan tidak terlalu berhubungan dekat. Alhamdulillah,
drama itu selesai dengan hasil yang memuaskan.
Suara adzan berkumandang. Kuambil wudhuku. Cuaca yang dingin hampir membuatku terlelap lagi di atas sajadah setelah salat.
“Assalamu’alaikum.” Suara itu membuatku tak jadi tidur
“Wa’alaikumsalam. Maya” aku terkejut pagi itu
Maya merangkulku “Selamat hari lahir.”
Aku tersenyum dan Maya menyodorkan sebuah bingkisan padaku. Kubuka perlahan bingkisan itu. Hatiku trenyuh saat mengetahui isi bingkisan itu. Jilbab coklat yang cantik telah berada di tanganku. “Jilbab baruku”
“Aku tahu sekarang kau sudah memakai jilbab. (Mulutku terbuka hendak bicara) Kau tak perlu kaget mengapa aku mengetahuinya. Dan jilbab coklat itu sengaja kubeli bukan untuk hadiah ulang tahunmu hari ini.”
“Lantas?”
“Itu hadiah untuk sahabatku yang kemarin menjadi bintang kelas.”
“kok tahu? Tapi terima kasih ya jilbabnya. Bagus…”
“Ah, aku memang kan emang selalu update. Kembali kasih. Oh ya, sepedaan yuk!”
“Dengan memakai rok?” tanyaku
“Bukankah seorang berjilbab punya banyak akal?”
Aku selalu berusaha memakai rok, karena semua jeansku sudah aku museumkan, hhehhehehehhe…. karena aku sadar menutup aurat bukanlah sekadar memakai jilbab atau membungkus tubuh, melainkan menutupnya.
“Assalamu’alaikum.” Suara itu membuatku tak jadi tidur
“Wa’alaikumsalam. Maya” aku terkejut pagi itu
Maya merangkulku “Selamat hari lahir.”
Aku tersenyum dan Maya menyodorkan sebuah bingkisan padaku. Kubuka perlahan bingkisan itu. Hatiku trenyuh saat mengetahui isi bingkisan itu. Jilbab coklat yang cantik telah berada di tanganku. “Jilbab baruku”
“Aku tahu sekarang kau sudah memakai jilbab. (Mulutku terbuka hendak bicara) Kau tak perlu kaget mengapa aku mengetahuinya. Dan jilbab coklat itu sengaja kubeli bukan untuk hadiah ulang tahunmu hari ini.”
“Lantas?”
“Itu hadiah untuk sahabatku yang kemarin menjadi bintang kelas.”
“kok tahu? Tapi terima kasih ya jilbabnya. Bagus…”
“Ah, aku memang kan emang selalu update. Kembali kasih. Oh ya, sepedaan yuk!”
“Dengan memakai rok?” tanyaku
“Bukankah seorang berjilbab punya banyak akal?”
Aku selalu berusaha memakai rok, karena semua jeansku sudah aku museumkan, hhehhehehehhe…. karena aku sadar menutup aurat bukanlah sekadar memakai jilbab atau membungkus tubuh, melainkan menutupnya.

0 komentar:
Posting Komentar