Jumat, 11 Juli 2014

Cerpen Islam - Islam Membuat Hidupku Berwarna

Pagi ini cahaya matahari hangat menyilaukan seberkas titik embun di atas dedaunan. Rumput basah menguapkan hawa segar di udara. Biru langit tampak sedemikian cerahnya hingga awan tak terlihat setipis pun.
Cerpen Islam - Islam Membuat Hidupku Berwarna

Pagi ini aku berangkat sekolah dengan teman dekatku. Teman yang dimana selalu ada untukku kapanpun aku membutuhkannya. Pagi ini lalu lalang kendaraan bermotor mengiringi langkah kaki tegapku. Di tepian jalan temanku eni, Eni sedang tenggelam dalam lembaran-lembaran novel. Temanku ini memang gemar sekali membaca novel. Dimanapun ia berada pasti membawa buku novel. Jika temanku Eni asyik dengan novelnya lain halnya dengan aku. Aku lebih suka melihat pemandangan sekitar terkadang juga menikmati suasana ramai jalanan oleh siswa-siswa, orang yang ingin bekerja. Karena dengan itu aku jadi termotivasi kalau bukan aku saja yang berjuang menimba ilmu tapi banyak orang di luar sana yang melakukan hal sama sepertiku. Jadi diri ini lebih termotivasi tuk bersemangat.
Islam Membuat Hidupku Berwarna
“Heeii!” sebuah suara meledak di telinga. diiringi tangan usil menarik jilbabku.
“Dasar bakpow!” sentak suara temanku, dari tadi di panggil ndak jawab-jawab.
“Ahh Ida, kamu membuat jilbabku jadi jelek nic, lha kamu tadi di tunggu lama tidak datang-datang.”
“Maaf, Indah aku masih membantu ibuku di pasar jadi tadi agak telat berangkatnya. Maaf ya teman aku janji nanti tidak telat lagi.”
“Ya udah deh aku maafin awas ya kalau terulang lagi aku tidak akan nungguin lagi.”

Setelah itu aku melanjutkan aktivitasku melihat suasana pagi itu. Di ujung sana terlihat seorang laki-laki muda degan bersahajanya lewat di depan mataku. Dengan menaiki motor tuanya dia kelihatan sangat bijaksana. Hati ini terasa berdetak kencang. Aku tak tahu apa yang ku rasakan ini. Yang ku tahu hanya dia begitu menarik semua perhatiannku.
Ya Allah apa salahkah semua ini?. Aku mengagumi orang yang tak aku kenal. Ku yakinkan hati tuk menolak semua yang ku rasakan. Walaupun itu sangat sulit, aku saja tidak kenal dengannya mungkin aku memikirkannya tapi belum tentu dia memikirkanku.

Angin malam berembus dingin. Menyusup ke semua tubuhku mendinginkan jantung dan aliran darahku. Mataku terasa perih bukan karena terpaan angin. Aku teringat dengan kejadian tadi pagi. Ku berani kan diri untuk curhat ke kakakku soal tadi pagi.
“kak boleh Tanya?, kakak jika kita mengagumi seseorang itu bagaimana ya kak?.”
“mengagumi, sebenarnya tidak apa-apa dik, kita mengagumi lawan jenis kita, tapi kita sebagai muslim seharusnya tahu apa yang kita harus lakukan. Dimana kita harus bisa menahan rasa kagum ini menjadi nafsu. Jadikan rasa kagum itu sebagai fitrah yang Allah berikan untukmu.”
“O… ya, kakak punya buku yang membahas tentang apa sedang adik alami sekarang ini. Ini bukunya berisi kumpulan cerpen yang bisa memberikan jawaban semua yang adik rasakan saat ini”

Kakakku adalah sosok wanita yang begitu mengagumkan. Karena dia begitu anggun dengan jilbab panjangnya. begitu sopan dengan tutur katanya, begitu kokoh dengan agamanya. Tapi aku belum berani menjadi sosok seperti itu. Karena aku merasa tidak pantas, aku perempuan cerewet plus tomboy mustahil bisa berubah seperti itu.

Tanpa pikir panjang langsung saja kurebahkan tubuh ini ke pulau kapuk di dalam istana pribadiku untuk membaca buku yang diberikan kakak padaku. Lembar demi lembar ku selami isi yang tersirat di dalamnya. Ku tarik benang merah makna yang terkandung di dalam tiap paragrafnya. Tak terasa hati ini mulai tergugah, rambut-rambut halus kulitku berdiri, pori-pori kecilku menyempit. Diri ini merasa malu akan semua yang selama ini telah aku lakukan.

Di dalam buku itu menceritakan seorang perempuan lumpuh, yang mendapatkan sosok laki-laki sempurna dalam agama maupun kehidupan sehari-harinya. Laki-laki itu memilih menikah dengan wanita itu karena akhlak dan agamanya.
Subhanallah seandainya di dunia ini ada sosok laki-laki yang tidak memandang wanita dari penampilan, dari cantiknya.

Ku niatkan diri untuk mulai berubah dari sekarang. Dimana aku harus mulai merubah sikapku, penampilanku, cara bicara bahkan cara pandangan hidupku. Ku bulatkan hati ini jika aku berubah bukan karena laki-laki itu. Tapi aku berubah karena ALLAH.

Pagi itu seperti biasa semua keluargaku berkumpul untuk sarapan. Dari kursi sebelahku kakak tersenyum kecil padaku. Saat itu aku sudah mulai merubah diriku secara berlahan-lahan. Awalnya keluarga kaget melihat cara penampilanku yang berubah yang bisanya tomboy sekarang berjilbab panjang. Tapi Alhamdulillah keluarga mendukung perubahanku, teman-teman dekatku juga senang melihatnya.

Dan sekarang aku juga mulai menyibukan diri dalam aktivitas rohis yang membuat hidup ini lebih berwarna dan berarti untuk kegiatan keislaman.

Terima kasih ya ALLAH, engkau telah memberikan kebahagian ini padaku. Semoga aku bisa selalu menjaga azzam ini. Amin…

Cerpen Islam - Untuk Seorang Kakak dibulan Ramadhan

Karya Rizka Rep

Semoga menginspirasi semuanya yang membaca cerpen ini

“hello kakakku yang baik yang pintar...dan” Resi merayu kakaknya yang sedang mengerjakan tugas dilaptop.
“apa heh?? Mau minta bantuan ya? Kelihatan amet kamu, Res” celetuk Kadita.
“ya umm..um.. iya sih.hehehe..” Resi menggaruk kepalanya polos
Kadita bangkit dari kasur dan duduk disamping Resi. “mau minta bantuan apa adikku sayanggg?”
“anu..kak. Nanti aku minjem laptopnya ya kakakku,lucu imut deh ah kakak” ia merayu,lalau pergi.
“huh dasar ada maunya pasti deh muji-muji.giliran enggak ? ehemm..”

Kadita menyelesaikan lagi tugasnya, dan setelah mendengar adzan asar ia bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat asar.
“yeee.. rajin amet. Haha” ledek Resi
Kadita melotot,ia tak terlalu menggubris ledekan Resi “hem... ya ya ya”
Bulan Ramadhan tahun ini, memang Kadita dan kedua adiknya Resi dan Fathan ditinggal seorang ibu, yang telah lama dirundung sakit kanker selama berbulan-bulan. Memang pahit,amat pahit rasanya tapi Kadita sebagai anak sulung, ia ingin berusaha lebih baik untuk kedepannya walau tanpa seorang mama tercinta disamping mereka.

Nenek dan pembantu rumah,Mbak wiwik sedang sibuk menyiapkan persiapan buat berbuka puasa.Kadita juga ikut membantu menyiapkan minum dimeja makan setelahnya ia selesai mengerjakan tugas.
“ini siapin di meja makan aja ya Nek. Biar entar gampang terus gak banyak debu.” Ujar Kadita.
“iyaaa..sekalian juga ya simpenin makanan yang lainnya Dit!” Pinta Nenek
“iya oke deh, Nek” Kadita tampak semangat membantu.

Tak lama adzan magrib berkumandang semua umat muslim sangat bersorak bahagia tentunya pula dengan kebersamaan yang terjalin. Kadita sekeluarga berbuka dengan makanan buatan nenek yang menurut dirinya dan anggota keluarga lainnya sangat lezat dan bikin selera makan nambah.
“allhamdulillah...” serempak beberapa anggota keluarga Kadita
“allhamdulillah... ayo ta’jilnya dulu tuh dimakan!” Kata Nenek lembut
“iya aku mau aku mau!” Resi mulai rempong berbuka
“Kak,kakak aku minta kurmanya kak!” Fathan ikut-ikutan ngomong
“udah jangan pada ribut,toh masih banyak makanan lainnya. Kasih coba dulu si Fathan,Res!” suruh Kadita.

Persiapan untuk shalat tarawihan di Masjid..
“Resi, berangkat ke Masjid sekarang yuk!entar malah siAtan pengen ikut lagi ah.” Kadita memburu-buru Resi
“bentar dong kak! Kenyanggggg banget!” Resi memegangi perutnya yang kekenyangan
Setelah suara adzan dari Masjid terdengar barulah mereka beranjak pergi menunaikan ibadah sholat.
“yuk cepet, entar gak kebagian tempat lagi,Res!”

Makan sahur bersama..
“ayoo, pada bangun dulu! Bangun Dit! Resi juga bangun!” Nenek membangunkan
Kadita dan Resi matanya masih sayu,dengan segera mereka mencuci muka dan mengambil makan dipiring, mereka lebih meras enjoy kalau sahur sambil nonton siaran di Televisi.
“ini ambil tuh telor balado kesukaanmu Dit! Kamu juga nih Res” nenek menawarkan
“iya aku mau nek, umm.. wangi deh”

Beberapa waktu berlangsung, menunggu sekian jenak Imsak dari Masjid. Menikmati siaran stasiun Televisi yang rame-rame dan penuh nuansa islami yang tentunya mengandung hikmah.
“imsakk..imsakk..” beberapa kali diulang
“ayoo minum dulu ayoo!” Resi berteriak tak jelas
“heh, jangan bikin risih Atan yang lagi tidur dong! Minum ya minum aja. Entar berangkat Kuliah Subuh okee?” Sahut Kadita
“oke deh oke pastinya..”

Sepulang Kuliah Subuh..
Udara pagi ini sangat sejuk, dan sangat baik sekali untuk dihirup. Sungguh indah segala pemandangan nuansa pagi diciptakan dengan Kesempurnaan-Nya. Dijalan Kadita dan Resi saling lari berkejaran setengah terburu-buru juga karena hendak bersiap-siap ke sekolah.
“mana air hangatnya,Mbak? Resi mau mandi nih.”
“bentar nih lagi dididihkan dulu,Res” jawab si Mbak
“aku dulu aja ya Res, janji gak bakal lama deh. Soalnya takut kedinginan.hehehe..” Sahut Kadita
“ya udah sana tapi cepetan ya! Awas lhoo..”
Bersiap pergi pesantren kilat..

Dihalaman sekolah
Hari ini bagian kunjungan atau sebut aja pesantren kilat, ya temapatnya ke pesantren terdekat dari sekolah Kadita naik angkutan jurusan 07. Para siswa telah diberi perintah mencari angkot yang sekiranya bisa masuk banyak alias kosong penumpang.
“ayo kita naik angkot itu aja deh yuk!” Seru Kadita
“eh,eh jangan dulu deh. Tuh kan penuh!” Ucap Astri.
Setelah beberapa angkot yang menghampiri penuh dan selalu tidak kebagian tempat. Kadita dan Astri pun menyerbu angkot belakang yang baru datang. Memang tak bareng dengan teman-teman sekelasnya hanya bareng dengan kelas 8D. Yang ceweknya tuh super ribet dan cerewet-cerewet.

Di Pesantren..
Guru belum pada tiba semua di lokasi. Tapi disana ada dua orang kakak-kakak santri yang memandu Acaranya. Yang satu perempuan dan satunya laki-laki. Mereka sangat baik,ramah dan perhatian sekali.
“adik-adik selamat datang Di Pondok Pesantren kami, bagaimana masih lelah ?” Kakak laki-laki itu melontarkan senyum
“masih kak!”
“enggak,semangat!”
Semua menjawab berlainan, sehingga suasan agak riuh. Kakak-kakak 2 itu mencoba menenangkan kembali dan meminta semua untuk berbaris sesuai kelas masing-masing. Berderet siswa-siswi berbaris masih agak belum beres kiranya. Sang kakak perempuan ia cekatan membereskan barisan.

Akhirnya semua guru telah tiba, memang beberapa orang yang ikut ke Pondok Pesantren terlebih guru Agama.
“nah biar adik-adik tidak panas, jadi kita barisnya yang tenang,rapiin dulu ya!”
“iya bener! Terus nanti perbaris ada yang memimpin ya ucapkan ‘salaman’ kemudian ucapkan salam” kakak laki-laki itu menimpal.

Semua bergantian mengucapkan salam,lalu menyusuri daerah pondok pesantren. Tapak demi tapak dilewati mereka akhirnya berhenti dan memasuki areal Masjid pesantren. Lalu berbaris seperti sediakala.
“nah disini kita sholat Dhuha dulu ya, nanti baru kita lanjut ke acara pesantren kilat” kakak itu menerangkan lembut dan tegas.
Waktu sholat dhuha dilaksanakan waktu itu sekitar setengah sembilanan. Dan dilanjut dengan selaan dari kakak-kakak pemandu sebelum ke acara pesantren kilat pokoknya.
Saat berceramah siswa-siswi kelas 8, awalnya tak aktif bertanya dan menanggapi. Hanya ketika seorang bertanya lalu lainnya ikut bertanya tentang ajaran agama Islam. Kadita yang awalnya ragu dan malu ia pun ikut-ikutan bertanya.
Singkat waktu setelah beberapa jam lamanya mendengarkan ceramah dari para ustadz disana, giliran mengisi sedikit kekosongan saling bertukar pengalaman bagaimana perbedaan sekolah Plus sama sekolah Umum yang dipandu si Kakak laki-laki tadi.

Degg! Hati Kadita tiba-tiba berdegup. Ada sesuatu yang lain ketika matanya memerhatikan kakak-kakak berpakaian biru yang memandu acara itu. Dari sikapnya, gaya ia menjelaskan dan berbicara, kesopan-santunannya pada para Ustadz yang mengisi ceramah sungguh membuat hati Kadita terpikat asmara.
“aku tak salah pilih, kali ini orang yang tepat. Tak mungkin aku salah liat aku salah tangkap. Aku juga merasa aku akan jatuh cinta padanya.” Hati Kadita berbisik penuh asa dan rasa senang
Pertanyaan demi pertanyaan yang ditanyakan teman-temannya itu mulai dari yang masuk akal atau kurang masuk akal dan penuh kerisihan pun masih ia jawab dengan lembut dan lugas menjelaskannya.
Diam-diam Kadita terus mencuri pandang, ia sadar hari itu, bulan itu adalah bulan Ramadhan wajib berpuasa tak hanya berpuasa menahan lapar tapi juga berpuasa segala pancaindera agar tak berbuat zina ataupun maksiat.

Beberapa waktu dilewati, hatinya Kadita pun mulai bertanya-tanya apa benar ia jatuh cinta pada seorang kakak tersebut atau ini hanya menunjukan kekagumannya pada sikap islami yang tercermin darinya. Entahlah, tapi Kadita tampaknya mempunyai rasa lebih dari kagum.
“iya nih.. lama banget!” ujar Sifa
“uhh.. biasanya sampe jam berapa sih tahun kemarin pas kelas 7?” Kadita menyela
“tauk ah. Lama kalau gak salah dulu enggak selama ini kan?” jawab Aat kesal juga
“iya bener, lama banget. Huh, mana udah pegel nih kaki. Pengen diselonjorkan ah” kata Astri
Mereka berlima tak ikut-ikutan aktif bertanya pada saat acara dilanjut. Mereka hanya memerhatikan sepintas-sepintasnya saja.
Kadita fokus pada pembicaraannya dengan Aat,Sifa dan Astri tak lagi berpandangan kedepan untuk memperhatikan yang ceramah. Sesekali itu dikasih pertanyaan tentang dalil ada yang bisa menjawab kedepan dan dijanjikannya akan diberi hadiah uang senilai 10.000.
Kakak itu memegangi mix, salah satu teman kami maju dan menjawab lantang lewat mix yang dipegangi kakak itu. Kadita tak menggubris ia tetap asyik dengan obrolannya berlima.
Uppss! Hati Kadita sempet mendesis dan kaget ketika membalikan arah pandangan ada pandangan kakak itu mengarah padanya. Ia bukan gede rasa atau apa tapi ia takut kakak tadi itu merasakan ada yang memperhatikannya yaitu Kadita sendiri. Tidaklah mungkin juga menurutnya dalam hati, ia kan tadi sedang sangat lengah.
Getaran rasanya bertambah dan ia merasa lebih berbeda, tidak benar ataupun benar untuk nanti kedepannya tapi itu urusan hati Kadita.

Semenjak Kadita mengikuti pesantren kilat disana dan bertemu seorang pangeran idaman, sekarang ia sedikit lebih meningkatkan lagi keimanan dan ketakwaannya pada Allah bukan karena faktor utama kebaikan sikap dan sifat islamiyah yang dimiliki si Kakak itu yang entah siapa namanya, tapi itu membuatnya menjadi motivasi kedua setelah niatnya untuk membuka lembaran baru hidupnya dengan penuh kesucian terlebih ini adalah bulan Ramadhan.
“terimakasih untuk seorang Kakak yang mungkin engkau tahu ataupun tak tahu rasaku, terimakasih tak terhingga pada Allah SWT telah mempertemukan kami. Semoga kamii...” degg! Hati Kadita terlalu jauh berfikiran.ugh..!

Cerpen Islam - Mozaik Rabthul 'Am

Karya Rona Amalia Zahra

Semoga Cerpen ini bisa menginspirasi banyak orang

Tes… tes… tak terasa air mata jatuh perlahan dari sudut pipi. Tak terlukiskan perasaan yang kian membuncah rasa penyesalan dan kekecewaan. Perasaan amat bersalah pada kak Idam yang kala itu aku pun tak tahu bagimana perasaan beliau. Aku tak tahu jika segalanya akan jadi berantakan, pertemuan yang pertama dan terakhir dengan keluargaku itu menyisakan segores luka baginya. Tak merasa dianggap atau dihormati, tapi ntahlah… hati ini tetap husnudzon.

“Assalamu’alaikum raisya, kakak beserta keluarga mungkin telat datang ke rumah karena hujan. Jadi kakak berteduh dulu, mohon raisya dan keluarga bersabar ya menunggu kedatangan kami”. Kubaca berulang-ulang sms pertama kak Idam yang masuk di hapeku, yang tak habis pikir ternyata beliau memang serius. Entah seperti apa rupa beliau, tapi ada rasa gusar yang tak tertahankan. Seonggok beban tiba-tiba menghimpit dada sesak bercampur deg-degan. Rasa bahagia membuncah seketika, guratan rona merah terlukis dalam balutan pipi chubby milik raisya. Selang beberapa menit berlalu hapeku kembali bernyanyi pertanda sms masuk, kubuka dengan segera khawatir sms yang datang kedua kali dari kak Idam tapi ternyata bukan. Sms itu dari murobbiyahku, yang berisi permohonan maaf kalau liqoan diganti dengan pertemuan beserta jamaah lain untuk segera hadir di kampus STIA Aisyah Al Munawaroh jam 08:00. Sedangkan saat ini jam menunjukkan pukul 10:00, sms baru kubaca karena Ya Allah… ada dua pertemuan penting yang harus aku hadiri sekaligus dalam waktu bersamaan dengan tempat berbeda.Dilema….

Bismillah, Ku pikir ada baiknya aku memilih untuk hadir di liqoan gabungan tersebut. Toh kak Idam akan datang jam 14:00 rencananya. Ada jeda waktu sebentar untuk singgah menempuh ilmu walau sedikit. Brem…. brem… deru motor yang sedang distarter siap meluncur dengan kecepatan maksimal agar segera sampai di tempat tujuan. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali pikirku. Sebelum berangkat kubisikkan ke telinga bunda.
“Bun, insya Allah hari ini ada tamu special. Laki-laki dari Bekasi beserta keluarga. Mohon persiapkan segalanya sebaik mungkin”.^_^
Dengan tertawa lebar bunda sudah memahami maksduku, akankah putri semata wayangnya ini akan segera dipersunting oleh laki-laki idamannya?. Begitu kira-kira dari raut muka yang kubaca, walau tak secara langsung aku memberitahukan maksud kedatangannya.

***
Mars Rabhtul ‘Am

Cita cita kita begitu nyata
Ingin Indonesia maju sejahtera
Ingin sama berdiri di mata dunia
Punya harga diri dan penuh bangga

Busungkan dada dan tegak kepala
Dengan gelora semangat membara
Atur derap langkah agar seirama
Ajaklah seluruh nusantara

Beban berat jangan pikul sendiri
Berbagi saling memberi arti
Membuka tangan dan berpegangan
Maju bersama saling menguatkan

Taburkanlah rasa kasih sayang
Agar bertambah banyak kawan
Bersatulah dalam perbedaan
Bersatu untuk raih kejayaan

Gegap gembita suara lantang yang menghentak kudengar dari luar sana. Semangat membuncah dari para akhwat. Subhanallah sedang bernyanyi rupanya…. Ingin segera menghambur dalam barisannya.
“Assalamu’alaikum, afwan ana telat Ummi.”
“Wa’alaikumsalam gak apa-apa masuk aja, absen di murobbinya ya.” Senyum simpul ummi Ita begitu menyejukkan, walau usianya tak lagi muda. Tapi semangatnya luar biasa.
Subhanallah pikirku, tak sia-sia pikirku. Pemateri luar biasa, setidaknya menambah ghirahku. Tak terasa jam menunjukkan tepat pukul 15:30, hatiku semakin gusar khawatir tamu agung itu tak mau menungguku. Padahal sudah kukirim permohonan maaf sekaligus kesediaan untuk menunggu karena sedang liqo. Tapi tak ada balasan dari beliau. Chargeran ruh yang sedikit terisi meluluhkan perasaaan gusar sekaligus berirama menunjukkan si empunya sedang gelisah.

**
“Nduk, idam sudah kesini dan keluarganya. Ia menanyakan pribadimu hingga mendetail, dan memintamu untuk menjadi pendampingnya. Tapi ayahmu ndak langsung mengiyakan, karena menunggu persetujuanmu. Bunda suruh menunggu, tapi katanya ndak bisa karena keluarganya hendak pergi ke walimahan sepupunya di Bekasi”.
“Jadi, Kak idam ndak mau nunggu rai bun? Yah…. Keluhku. “Yasudahlah bun, klo memang jodoh ndak kemana. Masa iya suruh nunggu sebentar kak idam ndak mau. Padahal aku yo bukan sedang main-main, tapi sedang berburu ilmu. Bunda, klo misal kak idam membatalkan pinangan ini. Jangan marah ya, anggap aja rai belum waktunya untuk menyempurnakan setengah dien”. (Senyum simpul)
Seminggu berlalu tak ada kabar burung yang terdengar darinya, ntah menolak atau tidak ia tak pernah mengabariku lagi.
“Assalamu’alaikum kak, afwan bagaimana keputusannya ? karena keluargaku sudah menunggu jawabanmu. Maaf sebelumnya telah mengecewakan kakak, klo memang ndak diterima ndak apa-apa anggap kemarin hanya sebatas ukhuwah”. Send Message.. klik…
“Wa’alaikumsalam.Ya kami sudah memaklumi hal itu dan menganggap kemarin hanya sebatas ukhuwah”.
“Afwan kak, klo boleh tahu alasannya kenapa?”
“Ndak apa-apa”.
“Terima kasih sudah betandang ke rumahku kak.” Terakhir kali sms yang ku kirim buat kak idam. Miris rasanya, walau hati ini mencoba untuk ikhlas. Tapi sungguh ikhlas itu masih diambang bibir, tak merasuk dalam qalbu. Perasaan bersalah telah mengekang merubah segalanya dalam wujud kekecewaan.

PROFIL PENULIS
Rona Amalia Zahra nama pena dari gadis yang bernama asli Halimah Sa’diyah. Anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir 22 tahun silam dari pasangan H. Nurhasan dan Hj. Kasmi di Kota Serang Banten. Penulis saat ini masih menempuh studi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jurusan Administrasi Negara. Kegiatan sehari-harinya selain berwirausaha bros (silahkan kunjungi FB nya halimah_sadiyah142@yahoo.co.id sekalian promo. Uhuyyyy), seabreg kegiatan dilakoninya mulai dari nyoba-nyoba magang di kontraktor sampai keliling jualan kue di kampus pernah ia coba. Berorganisasi (LDK Babussalam, Himane, FoSMaI Fisip, TRAS), memasak, membaca adalah kegemarannya.
Pasca lulus dari sekolah menengah pertamanyanya di SLTPN 1 Taktakan, ia bertekad untuk melanjutkan jenjang sekolahnya diluar kandang tempat doi berteduh. Alhamdulillah doi berhasil masuk di SMUN 1 Cipocok Jaya yang kala itu untuk tembus di sekolah bergengsi tersebut butuh perjuangan extra.
Doi yang demen banget berpetualang pengen banget bercita-cita jadi penulis terkenal. Walaupun masih tahap kepompong, ia bertekad jadi kupu-kupu (Uhuk2….. Narsis lagi). ^_^

Cerpen Islami - Pelukkan Tuhan

Semoga Cerpen ini bisa menginspirasi buat para pembacanya

Karya Syafrina Robbania

Donika duduk termenung di bawah pohon Beringin. Dia tidak menghiraukan suara riuh yang ia dengar di sekitar tempatnya duduk itu. Baginya itu hanya pelengkap kesedihan. Gadis berusia 13 tahun itu memandangi teman-temannya yang berlarian tanpa menghiraukan keberadaannya. Meskipun waktu istirahat sekolah terasa menyenangkan bagi kebanyakan anak, namun tidak demikian dengan Donika . Ia justru merasa waktu istirahat adalah waktu yang sangat melelahkan dan membingungkan. Mungkin lebih tepatnya itu adalah waktu untuk menyambut mimpi buruk yang datang dalam kesadaran. Mimpi buruk yang tidak bisa dihentikan dengan mata terbuka. Dan hanya menyiksa batinnya.

Tidak ada seorang teman pun yang mengajaknya bermain pada jam istirahat itu. Mereka menjauhi Donika karena rambut Donika yang tidak pernah rapi. Berbeda dengan rambut teman-temannya yang sangat rapi. Donika memang tidak rajin menyisir rambutnya selama 2 minggu ini, karena ada luka bakar di kepalanya. Jika terkena sisir sedikit, akan terasa sakit. Luka itu ia dapat dari kecelakaan yang dialaminya 2 minggu lalu. Saat ia bermain dengan teman-teman di rumahnya. Saat mereka asyik bermain, secara tidak sengaja salah seorang temannya menyenggol sebuah lilin di atas meja. Lilin itu pun jatuh dan mengenai kepala Donika. Dan saat itu pula luka itu singgah di kepala Donika. Menurut dokter, luka bakar itu akan sembuh dalam jangka waktu 2 bulan. Dokter menyarankan agar Donika istirahat saja di rumah. Namun, Donika selalu ingin segera masuk sekolah. Kedua orang tuanya pun tidak bisa berkata apa-apa saat putri pertamanya itu memohon agar diizinkan masuk sekolah. Dan di luar dugaan, semua teman sekolahnya menjauh.

Menurut Donika, rambut yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang dapat menimbulkan dosa besar. Untuk itu, dia sangat bingung dengan ulah teman-temannya. Mereka selalu mengolok-olok Donika semenjak luka itu ada. yang ada di pikirannya saat itu adalah “Apakah rambut dan luka bakar di kepalaku ini adalah pegatur rendah tingginya sikap seseorang terhadapku?”. Dia bingung dengan masalah yang ia hadapi saat ini.
“ Hei rambut jelek, kalau dilihat-lihat, semakin hari semakin jelek aja” Kata salah seorang kawan lamanya yang bernama Mutia.
“ ha ha ha” gelak tawa anak-anak lain semakin melengkapi penderitaan Donika dan membuyarkan lamunannya.

Gadis malang itu hanya bisa bersedih. Memang air matanya tidak terlihat. Karena, semua air matanya berusaha ia bendung. Dia tidak ingin semua temannya semakin senang dengan air mata yang keluar. Dia berusaha untuk tegar agar tidak terlihat lemah. Menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Setelah menangis, keadaan tidak akan benar-benar berubah sebelum luka bakar itu sembuh. Di saat seperti ini, bel masuk sekolah adalah satu-satunya harapan untuk melepaskan Donika dari keadaan ini. Dia hanya bisa pasrah mendengar celotehan teman-temannya yang terdengar seperti paku yang di pukul berulang-ulang di atas meja. Sangat nyaring, berisik dan menusuk telinga. Kalau saja ada alat peredam suara mini, mungkin Donika akan memakainya saat istirahat sekolah, agar suara-suara itu tidak terdengar nyaring di telinganya.
“Kriiinggg….. Kriiiingggg….”
Suara bel masuk terdengar nyaring. Semua anak-anak pun berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Demikian pula dengan Donika. Suara bel itu seperti peri penolongnya.
Di dalam kelas, Donika duduk sendirian. Mutia, kawan yang pernah duduk sebangku dengannya, kini sudah berpindah duduk ke bangku lain. Mutia memilih duduk dengan anak lain, karena ia jijik melihat luka bakar yang ada di kepala Donika. Donika tidak pernah menyangka kalau teman baiknya itu akan meninggalkannya hanya karena luka bakar yang dideritanya. Sebelum luka bakar itu ada, Mutia adalah kawan terbaiknya. Donika memaklumi tingkah Mutia itu. Yang tidak bisa ia terima adalah sikap Mutia yang selalu mengolok-oloknya. Dia tidak habis pikir, Bagaimana bisa kawan sebaik itu sikapnya berubah 1800 hanya karena luka bakar? Semudah itu kah sikap seseorang bisa berubah? Bukankah luka bakarku ini hanya benda mati? Apa yang mereka khawatirkan? Lagipula ini bukanlah penyakit yang menular.
Saat di dalam kelas, kesedihan yang dialami Donika berkurang sedikit demi sedikit. Pelajaran yang diberikan pada saat itu, dapat membantunya melenyapkan gunjingan-gunjingan yang ia terima saat istirahat tadi. Donika mengalihkan konsentrasinya pada penyelesain soal matematika yang ditulis oleh Bu Farida di papan tulis. Ia sangat memperhatikan rumus-rumus yang diberikan oleh Bu Farida. Sebetulnya, Donika bukanlah anak yang rajin. Tapi ia selalu memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru-gurunya pada saat pelajaran. Hal ini lah yang membuatnya selalu mendapatkan nilai bagus pada saat ulangan.
“Apa ada yang bisa menyelesaikan soal ini?” Tanya Bu Farida kepada semua murid yang ada di kelas itu.

Donika mengancungkan tangan seraya berkata “Saya Bu”
“Ya Donika, maju ke depan. Jelaskan jawabanmu kepada semua temanmu.”
Donika maju ke depan dan menjelaskan jawaban dari soal yang dituliskan Bu Farida di papan tulis.
“Karena tinggi Kerucut dapat di cari dengan bayangan segitiga yang berada di dalamnya. Maka, dengan rumus Phytagoras, kita dapat menemukan tinggi dan volume kerucut ini” Donika menjelaskan sambil menulis rumus-rumus untuk menemukan jawaban soal itu.
“Ya benar. Terima kasih dan silahkan duduk Donika.” Ujar Bu Farida seraya tersenyum kepada Donika.
“Apa ada yang perlu ditanyakan anak-anak?” Tanya Bu Farida kepada murid-muridnya yang berada di kelas itu.
Semua siswa hanya menanggapi pertanyaan itu dengan kesunyian. Tak seorang pun diantara mereka yang berbicara. Tentu saja kesunyian yang mereka buat itu bukan karena mengerti atas apa yang dikerjakan Donika. Melainkan karena mereka benci dengan pujian yang diberikan Bu Farida kepada Donika. Menurut mereka, pujian itu tidak pantas diberikan kepada gadis yang menderita luka bakar dengan rambut tidak rapi itu. Donika sedikit tertekan dengan keadaan ini.
“Krinnnnggg….. Krriiiiiinnnggg…. Krriinnngg”

Bel sekolah berbunyi tiga kali, menandakan waktu pulang sekolah telah tiba. Semua anak di SMP 23 Harapan pun pulang. Begitu pula dengan Donika. Ia membereskan semua alat tulisnyha dan memasukkannya ke dalam tas.
“Hei, rambut kusut, jelek banget sih? Mau pulang ya? Hati-hati tuh lukanya ntar leleh kena sinar matahari. Apa butuh kantong plastik buat nutupin? Hah?” ejek Mutia dengan nada yang tidak beraturan.
“Ha ha ha ha ha” Gelak tawa semua anak saling bersautan menangapi ejekan Mutia. Donika hanya bisa menundukkan kepalanya agar teman-temannya tidak melihat air mata yang membasahi pipinya.
“Eh, kamu tadi cari muka banget sih? Walaupun kamu nyelesaikan soal di depan kelas, tetap saja luka bakarmu itu hinggap di kepalamu. Nggak akan merubah keadaan…” ejek Mutia lagi.
“Ha ha ha ha ha” Tawa teman-teman Mutia terdengar saling bersautan.
Donika sudah tidak tahan lagi mendengar berbagai macam hinaan yang dilontarkan oleh Mutia. Ia menangis keluar kelas menuju parkir sekolah dan bergegas mengayuhnya. Dia tidak memperdulikan terik matahari yang menyengat kulitnya. Dia juga tidak perduli dengan pandangan orang-orang di jalanan. Pandangan yang tertuju pada air mata yang membasahi pipi Donika. Angin seolah tak mampu mengeringkan air mata Donika yang keluar dengan kesedihan yang mendalam itu. Saat itu, seluruh pikiran Donika dipenuhi dengan kebencian. Ia sangat benci kepada Mutia yang begitu tega mengejeknya. Ia juga sempat berpikir, Mengapa ia dilahirkan hanya untuk diolok-olok? Kenapa hidupku begitu susah hanya karena luka bakar ini?
***

Donika sampai di rumah dengan pipi yang masih basah karena air mata. Ia membanting tasnya di atas meja ruang tamu. Ia berlari menghampiri ibunya yang sedang memasak di dapur. Ia menangis di pelukan Ibunya. Ibunya membalasnya dengan belaian di kepalanya.
“Ada apa sayang? Temanmu mengejekmu lagu? Sudah, jangan menangis ya? Ada Ibu di sini.” Kata Ibunya lembut.
“Kenapa mereka selalu seperti itu Bu? Seburuk itukah aku?” kata Donika lirih dengan air mata yang masih membasahi pipinya. Ucapannya terdengar terbata-bata karena tangisan yang tidak bisa ia hentikan itu.
“Huuusshh… Mana boleh bicara seperti itu nak? Lihatlah cermin di kamarmu. Kamu adalah satu-satunya gadis tercantik yang ibu miliki. Tidak ada penyesalan sedikit pun Ibu membesarkan gadis secantik dan sepintar kamu.” Kata Ibunya seraya mengusap air mata di pipi Donika.
“Benarkah? Tapi kenapa mereka terus mengejekku Bu?” Tersenyum kepada Donika.
“Mungkin mereka iri dengan apa yang kamu punya saat ini nak. Sudah ya, jangan nangis lagi. Ayo, ikut Ibu jalan-jalan sekarang. Kita cari udara segar supaya kamu nangis lagi ya…” nasihat Ibunya seraya tersenyum kepada anaknya.

Ibu berusia 40 tahun itu berusaha menghibur anaknya. Meskipun dalam hatinya tersimpan kesedihan yang mendalam saat melihat air mata yang membasahi pipi anaknya, ia mencoba untuk dapat terlihat tegar di depan anaknya. Dia sadar, dia tidak bisa mengubah keadaan. Yang dapat dilakukannya saat ini hanyalah mencoba menghadapi keadaan. Keadaan tersulit dalam hidupnya.
Saat mengandung anak gadisnya itu, tidak terbesit sedikit pun pemikiran akan kejadian seperti ini. Ia tidak pernah menduga, keadaan sesulit ini akan dihadapi anaknya pada usia 13 tahun. Kalau saja waktu dapat diubah dengan nyawa. Mungkin ia akan mengorbankan nyawanya agar luka bakar yang ada di kepala Donika bisa hilang. Ia akan melakukan apa pun untuk menghapus air mata yang membasahi pipi Donika. Nyawa tak akan membuatnya berpikir dua kali demi kebahagiaan putrinya.
***

Setelah shalat dzuhur, Donika bergegas mengenakan kaos merah dengan celana hitam lalu duduk ruang tamu. Ia menunggu Ibunya yang sedang shalat dzuhur. Selang beberapa waktu, Ibu Donika keluar dengan pakaian lengan panjang berwarna putih dan bawahan celana panjang berwarna hitam, serta rambutnya terbungkus rapi dalam kerudung berwarna coklat seraya mengambil kunci mobil dan menyuruh Donika agar segera masuk ke dalam mobil.
“Ayo kita berangkat! Kamu sudah siap kan?” Tanya Ibunya.
“Siiiaaappp….” Jawab Donika dengan penuh semangat. Dia paling senang kalau diajak jalan-jalan oleh Ibunya yang sudah terlihat tua itu.
Dalam perjalanan, Donika tampak sangat bahagia saat ibunya mengajaknya berkeliling-keliling menggunakan mobil Kijang yang sudah terlihat tua itu. Namun demikian, mobil tua itu menyimpan banyak kenangan yang berharga bagi Donika dan Ibunya.
“Bu, kelihatnya ice cream itu sangat segar. Bisakah kita berhenti sebentar? Aku ingin membelinya.” Ujar Donika sambil menunjuk ke arah gerobak ice ice cream yang ada di seberang jalan
“Tentu saja nak.” Kata Ibu Donika tersenyum, seraya memarkirkan mobilnya di dekat gerobak penjual ice cream

Setelah turun dari mobil, Donika langsung berlari menuju gerobak ice cream. Ia langsung memesan ice cream rasa coklat kesukaannya.
“Ice cream coklatnya satu ya pak…” ujar Donika kepada Penjual ice cream
“Ini uangnya Pak.” Donika memberikan uangnya dan megambil ice cream coklatnya.
“Terima kasih ya neng.” Ujar penjual ice cream.
Donika tersenyum bahagia sambil menjilati ice cream coklatnya. Kesedihan yang tadi tampak jelas di wajahnya, kini telah hilang. Ibunya tersenyum bahagia melihat senyum lebar yang tergambar jelas di wajah Donika. Senyum itu menyejukkan hati Ibu Donika. Melihat anaknya bahagia terasa seperti melihat surga. Ia selalu berpikir bahwa hidupnya diciptakan hanya untuk membesarkan dan membahagiakan anak gadisnya itu. Ia juga selalu bersyukur kepada Tuhan atas hembusan nafas yang masih dirasakannya sampai saat ini. Tanpa hembusan nafas yang diberikan Tuhan, dia tidak tahu bagamana kehidupan anak gadisnya itu. Dia tidak bisa membayangkan hal itu terjadi, karena ia selalu ingin berada di dekat Donika. Dia ingin selalu melihat kebahagiaan Donika. Meskipun ia juga mempunyai suami sangat menyayangi keluaraganya, ia selalu ingin menjadi yang terbaik bagi Donika.
“Ibu, ice creamnya sudah habis. Apakah kita jalan-jalan lagi?” kata Donika membuyarkan lamunan Ibunya.
“Tentu saja nak.. naiklah ke dalam mobil.” Jawab Ibunya dengan senyum lebar mengembang di wajahnya.
Mobil Kijang tua itu pun kembali melaju dengan senyum kegembiraan orang-orang yang ada di dalamnya.
Dalam perjalanan, Donika sesekali tertawa lepas karena cerita lucu yang sengaja dibuat oleh Ibunya. Ibunya tahu bagaimana cara menghibur anak gadisnya itu. Namun, saat Ibu Donika kehabisan cerita, Donika akan kembali terdiam dan menyibukkan diri dengan melihat toko-toko yang ada di pinggir jalan.

Hari semakin sore, Donika terlihat mengantuk. Ibunya pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Donika tertidur lelap saat perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, ia membangunkan Donika.
“Nak, bangun nak, ini sudah sampai” kata Ibu Donika membangunkan anaknya.
“Hhhhooooaaammm… baik Bu” kata Donika sambil dan menutup mulutnya yang menguap itu.
“Kamu shalat ashar dulu ya. Setelah shalat, jangan tidur dulu ya cantik..! Gak baik anak perempuan tidur saat menjelang maghrib.”
“Baik Bu…” jawab Donika sambil bergegas menuju kamar mandi.
****

Pukul lima sore, Ayah Donika datang. Donika sangat menanti saat-saat ini. Dia langsung memeluk ayahnya.
“Anak cantik apa sudah mandi ini? Baunya kok masih kecut gini ya?” kata ayahnya menggoda seraya memeluk anak gadisnya itu.
“Heemmbb…. Ayah,,, aku sudah mandi yah… bau kecut dari mana sih? Ayah tu yang belum mandi makanya bau kecut.” Jawab Donika dengan memanyunkan mulutnya. Ia tahu kalau ayahnya sedang menggodanya. Setelah itu, ia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya.
****

Adzan Maghrib terdengar berkumandang. Donika langsung bergegas mengambil wudlu untuk menunaikan shalat. Ia sudah terbiasa melakukan shalat tepat waktu. Setelah shalat Maghrib, ia selalu menyempatkan diri untuk mengaji. Baginya, mengaji adalah waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Berkomunikasi atas masalah yang ia hadapi di dunia yang kelam ini. Dia tidak pernah menuliskan masalah-masalah yang ia hadapi ke dalam buku Diary seperti yang biasanya dilakukan oleh anak perempuan yang seumuran dengannya. Karena menurutnya, menulis Diary tidak akan menyelesaikan masalah. Meskipun menurut sebagian orang menulis Diary dapat melegakan hati. Tapi, menulis di buku Diary tidak akan menyelesaikan masalah. Berbeda dengn mengaji. Dengan mengaji, Donika akan merasa lega, dan masalah akan terselesaikan dengan sendirinya di luar dugaan. Hal ini sudah pernah dialami Donika saat ia terpuruk karena adik laki-laki yang berusia 5 tahun yang sangat dicintanya meninggal dunia tahun lalu. Ia bisa menghadapi semua itu karena bantuan Tuhan yang memudahkan semua jalan yang dia alami. Karena itu, ia yakin, pada saat mengaji hatinya akan tentram.

Terkadang, secara tidak sadar, air matanya akan mengalir keluar saat mengaji. Ia tidak pernah menduga, hal seperti ini bisa terjadi. Bukan karena ia merasa terbebani atas masalah yang ada. Ia menangis karena pada saat mengaji, ia membayangkan Tuhan ada di depannya dan mendengar atas masalah-masalah yang dialaminya. Ia juga membayangkan berada di pelukan Tuhan. Tuhan yang selalu ada untuknya, Tuhan yang selalu mendengar masalah-masalahnya. Dan Tuhan yang selalu memberikan kehidupan yang patut disyukuri.
****

Pukul 9 malam, setelah shalat Isya’, Donika bergegas menuju tempat tidurnya. Selang beberapa waktu, Ibu Donika masuk ke dalam kamar Donika. Ia hanya ingin memastikan, Donika bisa tertidur dengan nyenyak tanpa memikirkan masalah yang Donika alami di sekolah tadi. Dan setelah ia periksa, ternyata Donika sudah tertidur. Ia menghampiri anaknya itu dan mencium keningnya dengan perlahan. Ia tidak ingin mebangunkan Donika yang sudah terlihat tidur pulas. Tapi, ia beranjak akan berdiri, sempat dikagetkan oleh pelukan yang tiba-tiba datang dari arah belakang. Ia bisa menebak bahwa itu adalah pelukan anak gadisnya. Ia membalikkan badannya, dan memeluk Donika.
“Aku sayang Ibu.” Bisik Donika di telinga Ibunya.
“Aku juga sayang kamu nak.” Jawab ibunya seraya membelai rambut Donika.
Kemudian Donika kembali ke tempat tidurnya. Ibunya belum ingin beranjak pergi meninggalkan kamar anaknya. Ia mengelu-elus rambut Donika, sedangkan Donika memeluk kaki Ibunya. Dan beberapa waktu kemudian, Donika pun tertidur pulas. Ibunya pun meninggalkannya dengan perlahan dengan maksud tidak ingin Donika terbangun.
****

Keesokan harinya, Donika kembali bersiap pergi ke sekolah. Ia siap menghadapi segala kemungkinan kejadian yang mungkin dapat menyakitkan hatinya. Ia mengenakan pakain seragamnya dengan penuh semangat. Namun, ia dikagetkan dengan kedatangan Ibunya yang membawakannya pakaian seragam putih lengan panjang, rok biru panjang serta kerudung putih yang siap untuk dikenakan.
“Nak,, ini Ibu belikan kamu seragam sekolah baru lengkap dengan kerudungnya. Apa kmu senang?” Tanya Ibu Donika.
“Benarkah..? Terima kasih Ibu. Ini bisa membantu menutupi lukaku. Aku sangat senang Bu. Terima kasih banyak Ibu. Aku sayang Ibu.” Kata Donika bahagia seraya memeluk Ibunya dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
“Ia nak… Ibu juga senang kalau kamu senang…” kata Ibu Donika senang, serta membalas pelukan Donika.
Wanita separuh baya itu terlihat sangat senang. Ia sengaja membelikan seragam dan kerudung itu karena ia tidak ingin lagi melihat tangisan anaknya. Tangisan yang bisa menghancurkan hatinya.
****

Setelah menghsbiskan sarapannya, ia bergegas bersiap pergi ke sekolah. Ia mencium tangan dan pipi Ibunya
“Donika berangkat Bu. Assalamu’alaikum….” Pamit Donika dengan senyum yang tidak henti-hentinya ia perlihatkan. Ia segera bergegas naik mobil milik Ayahnya.

Di tengah perjalanan, Donika merenungkan atas kebahagiaan yang ia alami saat itu. Donika sadar bahwa Tuhan menjawab curahan hatinya tadi malam. Tuhan juga telah menyampaikan sebuah teguran melalui Ibunya. Teguran untuk memakai kerudung dan menutup aurot. Kerudung yang dapat menutupi semua lukanya. Luka dari yang dideritanya dan luka di dalam hatinya. Donika juga baru sadar, Tuhan telah mengirimkan malaikat yang selalu ada di sampingnya. Malaikat yang selalu membantunya untuk menghadapi semua masalah-masalah yang tidak berujung. Malikat itu adalah Ibu yang selalu ada di sampinya di kala suka maupun duka.

Sejak saat itu, ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengabaikan omongan teman-temannya di sekolahan. Ia sadar, teman bukanlah prioritas utama saat sekolah. Senyum bangga orang tua akan kesusesannya di masa depan adalah sesuatu yang harus diwujudkannya. Tanpa teman, hidupnya akan baik-baik saja. Karena ia masih punya Tuhan dan orang tua yang sangat menyayangi dan selalu ada untuknya.
Baca Juga

Cerpen Pernikahan ISlami - Ku Raih Cintanya Bidadari

Karya Dinda Pelangi

 Pagi ini matahari bersinar dengan cerahnya, seakan akan ingin mengeluarkan semua sinarnya yang telah tersimpan selama hampir tiga hari. Karena selama tiga hari yang lalu hanya didominasi oleh awan mendung dan hujan. Kebetulan pagi ini aku tidak ada jadwal kuliah selain pukul 12 nanti untuk mengadakan rapat agenda dengan anggota LDK kampus yang baru kupimpi dari sebulan yang lalu.
“bang Rasyid, hari Najwa gak ikut sama abang ya. Nazwa ikut sama the Dinda, sekalian jalan jalan bentar! “ beritahu adikku, Nazwa
“oh gi. .tu, iya!” sahutku gelagapan.

Cerpen Pernikahan ISlami - Ku Raih Cintanya Bidadari


Entah kenapa, badanku serasa bergetar saat aku mendengar namanya. Seseorang yang memiliki semangat yang besar dalam berdakwah. Bahkan ia rela untuk pergi kedesa terpencil sekalipun.
“Astagfirullahh, ampuni hamba ya Rabb” ucapku pelan
Karena secara tidak sadar, aku telah memikirkannya.
****

Waktupun terus berlalu, sesudah menunaikan ibadah shalat zhuhur aku berangkat dengan mengendarai Honda jazz hitamku. Sesampainya disana, ternyata teman – teman yang lain telah menungguku yang datang terlambat. Sesudah mengucapkan salam, aku memohon maaf dan memulai rapat untuk membuat agenda mingguan.
“afwan ya akhy wa ukhty, karena ana datangnya telat.”
“tak apa akh, kami juga baru tiba ko” ucap seorang ikhwan.
“iya” sahut sebagian akhwat yang berada dibalik dinding pembatas.

Kemudian rapatpun dimulai.
“afwan, ukhty Dinda ada tugas baru untuk anty. Semoga anty berkenan!” pintaku.
“insya Allah akh, ana siap.” Sahutnya setelah terdiam beberapa saat.
Aku menugaskannya untuk mengajarkan agama pada anak anak dipenjara anak, dan beberapa tugas lainnya. Ia bersedia untuk melakukan tugas barunya.
Setelah hampir satu jam, rapatpun selesai. Sebelum pulang, aku tidak langsung pulang. Aku mampir disebuah took buku untuk membeli beberapa buku kuliah dan beberapa buku bacaan. Disana kutemukan sebuah buku yang berjudul, “Istikharah cinta” dan “wanita sholehah, perhiasan dunia”. Hatiku tergerak untuk membelinya untukku dan untuk Najwa, adikku. Setelah selesai, akupun segera pulang.
****

Waktu teus berganti, umurku pun terus bertambah. Kini usiaku telah mencapai angka 26. Dan tentu saja, kedua orang tuaku terus membujukku untuk melengkapi separuh dienku. Untuk menemukan seorang bidadari pengisi hati yang masih kosong. Pernah disuatu hari, ada seorang akhwat mengirimiku sebuah pesan melalui email yang hampir tiga bulan tak pernah kuperbaharui.
“Assalamu’alaykum akhy Huda. Ana ukhty Fitri. Akh, kemarin ana mengislamkan seorang wanita kristiani. Ia sedang diancam keluarganya agar kembali keagamanya semula. Tapi dia bersikokoh untuk tetap menganut islam, dan sekarang dia ada disalah satu villa ana karena orang tuanya sedang memburunya untuk dibunuh. Tolong akh, nikahi dia. Karena dia sedang butuh pertolongan. Namanya syifa, kalau antum bersedia hubungi ana saja. Wassalam”
Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Disalah satu sisi, aku merasa kasihan dan dia juga sangat membutuhkan pertolongan dari seorang suami. Tapi, hatiku merasa begitu susah untuk mengatakan iya. Dan Alhamdulillah, dua hari kemudian, ukhty fitri kembali menghubungiku. Ia mengatakan bahwa akhwat itu telah dikhitbah oleh sahabatku sendiri, yaitu akhy Ridwan.
****

Melihat kesibukanku yang terus bertambah, Ibu merasa tidak yakin jika aku bisa mendapatkan calon isteri sendiri. Kemudian adikku Najwa menyarankan agar Ibu meminta kakekku yang mencarikan isteri untukku.
“aby, carikan Rasyid wanita sholehah ya. Mungkin dipondok aby ada perempuan yang cocok untuk Rasyid!” beritahu Ibu pada Kakekku.
Aku hanya mengiyakan saja apa yang Ibu inginkan karena jujur saja, aku hampir tidak sempat untuk mencarinya.
Seminggu kemudian, ibu berkata bahwa kakekku telah menemukan seorang calon isteri untukku. Kata Ibu, namanya Zahra, dia juga sedang kuliah di Jakarta. Putri kedua dari sahabat Ibu yang tinggal di Bandung.
“Rasyid, namanya Zahra. Dia masih kuliah S1 di Jakarta juga, dia puri dari sahabat Ibu dulu. Insya Allah akhlaknya baik, perilaku sopan dan insya Allah cantik.” Beritahu Ibu padaku
“aamiin, kita berdoa saja bu.” Jawabku

Tiga hari kemudian, Ibu terlihat begitu ceria. Raut wajahnya memperlihatkan bahwa hatinya sedang bersuka cita. Aku dapat melihatnya, karena setiba aku pulang dari kampus, ia terlihat begitu gembira menyambutku.
“Rasyid, Zahra telah menerima pinangan mbahmu. Besok kita ke Bandung untuk menindaklanjuti rencana ini. siapkan dirimu!” ucap Ibu dengan ceria.
Aku terkejut, semuanya serasa begitu cepat. Besok lusa aku akan berjumpa dengan calon isteriku yang telah lama kunantikan untuk mendampingi hidupku. Aku bahagia walaupun sebenarnya aku belum tahu siapa dia.
****

Sesampainya di Bandung, kakekku pun memperlihatkan foto Zahra padaku, dan subhanallah dia adalah ukhty Dinda yang begitu aku kagumi. Yang pernah kudambakan untuk menjadi isteriku, dankini mimpiku benar benar akan terwujud. Awalnya aku benar benar tidak menyangka, namun entah kenapa, hatiku terasa begitu mantap untuk menikahinya.
“saya nikahkan dan kawinkan engkau Muhammad Rasyid Alhuda bin Muhammad Alhabsyi dengan Dinda Azzahra Ramadhani binti Syamsul Rahman dengan. . . “ ucap Ayahnya.
“saya terima nikah dan kawinnya Dinda Azzahra Ramadhani binti Syamsul rahman dengan. . . .” sahutku
“sah” ucap semua saksi.
Aku tidak menyangka bahwa sekarang aku telah menikahi seorang bidadari. Wanita sholehah yang akan kujadika seorang bidadari dunia akhirat untukku.

“Dinda, ana uhibbuki fillah.” Ucapku sembari mencium keningnya.
Iya tersenyum dengan begitu manis
“ana uhibbuka fillah kanda”
Kini, tlah kugapai cintanya seorang biudadari. yang cintanya murni karena illahi, yang hatinya terpatri untuk illahi, dan berbakti kepada suami.

Baca Juga :

Bilakah Ajal Menjemput
Impian Sederhana

Kamis, 10 Juli 2014

Cerpen Islami : Tolong… Jangan Paksa Aku Melepas-Nya

Cerpen Islami : Tolong… Jangan Paksa Aku Melepas-Nya ini cocok di baca oleh siapapun, dan sangat menginspirasi, selamat membaca

Penulis : Syamsia

Teman-teman dan kebanyakan orang memanggilnya dengan nama Chisa, seorang gadis yang memiliki tubuh yang mungil. Chisa terlahir dikeluarga yang sederhana, tidak kaya dan tidak miskin, mengapa demikian, karena mau dikatakan kaya, toh dia tidak mempunyai barang-barang mewah seperti orang kaya yang lainnya, mau dikatakan miskin, toh dia dan keluarganya masih bisa makan.
Gadis remaja yang berumur 19 tahun ini bersekolah di salah satu sekolah swasta di Makassar. Kini dia telah mengikuti Ujian Nasional, tingggal menunggu pengumuman Ujian Nasional yang akan diumumkan pada tanggal 26 Mei 2012. Chisa, remaja yang baru belajar mengenakan jilbab, dia baru mengenakan jilbab setelah naik kelas 3 SMK.

Di Kamar
Tetes air hujan begitu jelas terdengar dari atas genteng rumah Chisa, tak ada lagi suara terdengar pada malam itu selain suara TV dan suara tetesan air hujan dari luar sana. Chisa mematung di atas kasur seakan memaksa matanya untuk tertutup, tapi usahanya itu sia-sia, dia tak bisa tidur, dia sangat gelisah. Dalam kegelisahaannya itu, tiba-tiba dia teringat perkataan ibunya yang begitu menyakitkan hatinya.
“Sampai mati pun kau tidak akan mendapatkan pekerjaan, sebelum kau melepas jilbabmu.”
“Ya ALLAH, begitu kejamkah dunia ini untuk orang sepertiku?, seorang remaja yang baru mengerti arti hijab, dan mencoba belajar memakai hijab yang sebenarnya. Bukan hanya keluargaku saja yang memandang rendah diriku yang memakai hijab, sebagian tetangga-tetangga saya pun juga demikian. Mereka sering membanding-bandingkan antara saya yang memakai hijab dan teman-teman saya yang tidak memakai hijab, dan kini mereka telah mendapat pekerjaan.” Gumam Chisa dalam hati
Karna larut dalam ingatan-ingatan itu, Chisa semakin gelisah dan sulit untuk tidur, matanya seakan menolak untuk tertutup. Ingatannya kembali dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang pernah dialaminya dari pengumuman sekolah sampai mencari pekerjaan.


Pengumuman Ujian Nasional
Saat-saat yang sangat dinantikan oleh Chisa dan teman-teman sekolahnya telah tiba. Hari ini tepatnya tanggal 26 Mei 2012. Hasil dari Ujian Nasional akan diumumkan hari ini, Chisa serta teman-temannya berkumpul di aula sekolah. Wajah para siswa-siswi itu begitu tegang menantikan pengumuman yang sebentar lagi akan di umumkan. Chisa berkumpul bersama teman-teman sekelasnya, yaitu Wulan, Ikha, Indah, dan Ekhy.
“Ya Allah, jantungku berdebar sangat cepat nih.” Chisa membuka pembicaraan.
“Iya aku juga, berdebar sangat cepat.” Wulan menanggapi.
“Kita pasrahin aja semuanya pada Allah SWT, semoga kita semua lulus.. aamiin.” Chisa menyemangati.
“Aamiin ya Rabbal Alaamiin.” Serentak teman-temannya.
Beberapa saat kemudian, terlihat sekelompok guru datang, mereka berjalan menuju Aula sekolah, tempat para siswa-siswi berkumpul. Mereka mengambil posisi di depan ratusan siswanya. Hari yang begitu menegangkan bagi mereka. Salah satu guru yang berpostur tubuh tinggi, berbadan sedang berdiri mengambil microphone dan mulai berbicara di depan siswanya. Dia menenangkan siswanya yang begitu tegang menantikan pengumuman.
“Kalian semua pasti mengharapkan kelulusan. Lulus ataupun tidak, itu semua cobaan dari Sang Pencipta.” Berhenti sejenak memandang siswa-siswinya yang tenang mendengarkannya. “Tidak lulus itu cobaan karena harus bersabar menanti satu tahun lagi untuk mengikuti Ujian Nasional selanjutnya. Dan lulus pun juga cobaan karena setelah lulus, pasti harus memilih antara kuliah atau kerja. Kalau memilih untuk kuliah, pasti masih bingung Universitas mana yang harus dipilih. Kalau memilih untuk kerja, pasti juga bingung dimana harus melamar kerja.” Dengan bijak menjelaskan. “ Jadi terimalah hasil pengumuman yang akan kalian lihat sebentar lagi. Yakinlah ini semua kehendak Sang Pencipta.” Guru yang memiliki postur tubuh tinggi ini menutup.
Berselang beberapa menit, salah satu guru berkacamata yang duduk di depan siswa-siswinya mengambil alih. Si guru berkacamata inilah yang akan mengumumkan hasil Ujian Nasional.
“Yang tidak saya sebutkan namanya, tolong tetap tinggal di aula, dan yang disebut namanya silahkan turun ke bawah, lihat pengumumannya di Mading.”

Siswa-siswi yang disebut namanya berlomba-lomba turun ke bawah menuju mading, termasuk Chisa, Dengan deg-degan Chisa berjalan ke bawah bersama Indah. Sampai di mading Chisa mencari-cari namanya diantara deretan-deretan nama yang tertempel di mading.
“Kok nama ku nggak ada ya?.” Kata Chisa
“Iya, nama ku juga nggak ada, Chis.” Indah menimpali
“A…pa.. ki…ta… nggak lu... lus.. ya, Ndah ?.” Chisa dengan terbata-bata
“Apa? Nggak lulus?.” Indah kaget

Tanpa putus asa mereka mencari nama mereka diantara deretan-deretan nama. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang memanggil nama Chisa dan Indah. Suara itu sudah tidak asing lagi ditelinga mereka, dan ternyata betul itu suara Ikha.
“Chisa, Indah sini nama kita ada di kertas ini.” Teriak Ikha
Dengan harap-harap cemas Chisa dan Indah menghampiri Ikha yang memegang kertas pengumuman khusus kelas Multimedia.
“Kertas ini tadi tertempel di mading sekolah, tapi ada yang melepasnya dari mading, jadi saya ambil kertas ini dari pada hilang.” Jelas Ikha
“Pantesan saya dan Indah cari-cari tapi nggak ada.” Sambung Chisa
Pembicaraan terputus Chisa dan Indah melihat kertas itu.
“ALHAMDULILLAH LU… LUS…!!!!.” Mereka berpelukan, dan meneteskan air mata bahagia. :’)

Setelah Kelulusan
Setelah lulus, sebenarnya Chisa ingin lanjut kuliah, tapi karna biaya untuk kuliah tidak ada. Jadi, Chisa harus kerja dulu, harus cari biaya sendiri, supaya bisa melanjutkan kuliah plus membantu ayahnya mencari nafkah.
Lamaran kerja sudah disebarkan ke sebagian perusahaan-perusahaan yang ada di Makassar, kini tinggal menunggu panggilan. Sebulan lamanya menunggu panggilan dari perusahaan-perusahaan itu tapi tak kunjung ada. Dan setelah menunggu panggilan begitu lama, akhirnya Chisa ditelfon dari salah satu perusahaan tersebut, tapi sayangnya perusahaan ini sama saja, mereka hanya membutuhkan karyawan yang harus melepas jilbab. “Ya ALLAH malang bener nasibku..”.
Perusahaan-perusahaan yang karyawannya memakai jilbabpun, tidak ada yang menerima Chisa. Mungkin karna gadis ini bertubuh mungil jadi banyak perusahaan yang menolaknya. Tapi semua itu tidak membuat Chisa putus asa, dia tetap berusaha mencari pekerjaan yang bisa mengenakan jilbab.
Keluarga Chisa mulai tak sabar dengan keadaan Chisa yang sampai saat ini belum juga mendapat pekerjaan. Karna ketidak sabarannya itu mereka menyuruh Chisa membuka jilbabnya, dengan alasan kalau tidak memakai jilbab, Chisa akan gampang mendapat pekerjaan. Ooh tidaaaak rejeki sudah ADA yang atur, berusaha dan berdo’a itu kuncinya”.

Di Ruang Tamu
Chisa duduk di depan kipas angin sambil menggunting kukunya. Kakak iparnya (Deby) menunggu suaminya di ruang tamu bersebelahan dengan Chisa. Tiba-tiba ibu Chisa datang sambil mengeluh.
“Aduuh, lutut saya pegel, gara-gara kemarin saya pergi nyariin Chisa pekerjaan di rumah keluarga.” Mengeluh di depan kak Deby sambil memegang lututnya.
“hmm..” Dengan seyum sinis. “Chisa juga sih kenapa nggak mau melepas jilbabnya, kalau dia nggak mau melepas jilbabnya dia nggak bakalan dapat kerja.” Celetuh kak Deby.

Chisa yang ada disebelahnya hanya terdiam, dia nggak tau harus bilang apa lagi.
“Iya, Bapaknya juga semalam marah karna Chisa nggak mau sekali melepas jilbabnya.” Tambah ibu Chisa.
“Padahal banyak banget pekerjaan.” Kata kak Deby.
“Iya memang banyak tapi nggak pakai jilbab.” Gumam Chisa dalam hati.

Pembicaraan antara kak Deby dan Ibu terputus, saat Ibu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar meninggalkan menantunya.
“Chis, kamu masuk aja di tempat kerjanya Irma.” Kak Deby memulai pembicaraan dengan Chisa.
“Nggak mau.” Tolak Chisa
“Kenapa nggak mau? Kan kamu bisa pakai jilbab menuju ke tempat kerja, dan pas kerja baru kamu melepasnya, toh pulang kerja kamu juga bisa pakai kembali jilbabmu.” Jelas kak Deby.
“Iya saya tau kak, tapi kalau saya membuka jilbab pas kerja, lalu ajal saya datang, bagaimana? Mau bertanggung jawab di akhirat nanti kak?.” Jawab Chisa.
“Aduuh, fikiran kamu kok sampai ke situ, Chis.” Kak Deby menggeleng-geleng kepala.
“Harus kak, kita tidak tau kapan ajal akan datang.” Chisa dengan wajah sedih.
“Lihat Irma, menuju ke tempat kerjanya dia memakai jilbab, pas sampai di tempat kerjanya dia melepas jilbabnya, dan nanti di memakai jilbabnya kembali stelah pulang kerja.” Kak Deby dengan santai.
“Itu sama saja kak, kita munafik kepada ALLAH SWT.” Bantah Chisa.

Kak Deby terdiam, sepertinya dia tak mempunyai kata-kata yang harus dikeluarkan lagi. Chisa pun tertunduk diam, seakan ingin menangis.
“Saya tidak boleh menangis lagi, saya tidak boleh sedih lagi, ada ALLAH SWT yang selalu bersamaku, selalu menemaniku. Saya yakin DIA merencanakan sesuatu yang baik buatku, saya akan menunggu kejutan dari-NYA.” Gumam Chisa dalam hati.
Berkali-kali orang tua dan saudara-saudara Chisa, menyuruh Chisa untuk melepas jilbabnya, tapi Chisa bersih keras tidak mau melepas jilbabnya. Dia takut jika suatu saat dia melepas jilbabnya di luar sana, ajalnya akan datang. Dia takut ALLAH SWT akan marah kepadanya.
Chisa sangat-sangat tidak mau melepas jilbabnya, karna dia sudah mengerti arti dari jilbab itu. Tapi yang dilakukan Chisa ini malah dianggap aneh oleh orang lain, tetangga-tetangganya bahkan keluarganya sendiri.
Chisa tersadar dari ingatan-ingatannya.

Chisa tersadar dari ingatan-ingatan yang menyelimuti fikirannya. Chisa membalikan tubuhnya, dan pandangannya tertuju pada langit-langit rumahnya. Chisa berfikir kejadian-kejadian yang dia alami saat ini adalah ujian ALLAH SWT. Walaupun sampai saat ini Chisa belum mendapatkan pekerjaan, tapi dia tetap mempertahankan jilbabnya. Semakin dia dipaksa untuk melepas jilbabnya semakin dia akan mempertahankan jilbabnya itu. Cobaan ini membuat Chisa lebih tenang menghadapi semuanya, karna Chisa yakin janji ALLAH SWT itu pasti akan datang, bukan sekarang tapi nanti. Perlahan Chisa memejamkan matanya, tapi sebelumnya dia berdo’a dulu.
“Ya ALLAH hanya ENGKAU yang mengetahui masa depan Hamba-MU ini, hanya ENGKAU yang mengetahui apa yang akan terjadi suatu saat nanti pada Hamba-MU ini. Jika suatu saat nanti saya melepas mahkota ini, tolong lebih baik ENGKAU mengambil nyawaku sebelum saya membuka mahkota. Saya takut meninggal dalam keadaan tidak beriman, saya takut, saya meninggal pada saat ENGKAU murka kepadaku.Saya takut Ya ALLAH.”.
“Ya ALLAH, saya tau jilbab ku ini belum sesempurna dengan jilbab wanita muslimah yang lain, jilbabku ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Tapi ENGKAU Maha tau hati Hamba-MU ini.Ya ALLAH istiqomahkanlah hatiku selalu pada-MU, ENGKAU Maha membolak- balikkan hati manusia.”
Setelah memanjatkan do’a - do’a itu, mata Chisa mulai terpejam dan dia akhirnya tertidur.
Beberapa bulan kemudian, semuanya menjadi indah.
Bulan suci Ramadhan sudah tiba, tapi Chisa tetap belum mendapatkan pekerjaaan. Seiring dengan pencarian kerjanya, Chisa tetap focus mengajar santri-santrinya di TPA. Selama bulan suci itu saya berdo’a semoga Chisa cepat mendapatkan pekerjaan yang diridhoi oleh ALLOH SWT. Dan Alhamdulillah setelah bulan suci Ramadhan itu terjawab sudah do’anya, Chisa mendapat pekerjaan di salah satu percetakkan di Makassar, dan Chisa diangkat menjadi kasir, Alhamdulillah Alhamdulillah. Di tempat itu Chisa bisa memakai jilbab yang menjulur hingga ke dada, memakai rok, karna di sini pekerjanya tidak memakai seragam, hanya memakai pakaian bebas, inilah yang membuat Chisa sangat-sangat bersyukur kepada ALLOH yang telah menjawab do’anya saat ini. “ Benar kataku “Semua Akan Indah Pada Waktunya ”. Gumam Chisa dalam hati. SubhanALLOH. ALLOH pasti memberikan yang terbaik untuk HambaNYA.
Setelah Chisa mendapatkan pekerjaan itu Alhamdulillah Ayah dan Ibu beserta keluarg Chisa, tidak ada lagi yang menyuruhku melepas jilbab ini, dan sekarang Chisa bisa membantu Ayah saya mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga. Alhamdulillah, Makasih Ya ALLOH. :’)
“Ya ALLAH janganlah ENGKAU palingkan hatiku setelah ENGKAU beri aku Hidayah-MU, sesungguhnya ENGKAU Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Pesan dari Chisa buat Para Muslimah:
Saya pernah membaca suatu bacaan yang mengatakan, “Selangkah anak perempuan keluar dari rumahnya tanpa menutup aurat, maka selangkah juga ayahnya itu hampir ke neraka”. Astagfirulloh Nauzdubillah. Kawan sayang tidak sama ayahnya? Pastinya sayangkan? Iya dong. Yuk kita nutup aurat, ingat loh selangka saja, bagaimana kalau berlangkah-langkah? Ya ALLOH tidak bisa terbayangkan. YUK NUTUP AURAT DAN TETAP ISTIQOMAH KAWAN, SALAM UKHUWA ;).
Jazakumulloh Khairon Katsiron

Baca Juga :

Cerpen Islami Valentine’s Day

Cerpen Islami Valentine’s Day judul cerpenya, merupakan kisah tentang valentine dalam islam

Sore ini begitu cerah hatiku..
Cahaya matahari redup, berganti cahaya semburat merah, senja yang indah… Aku senang sekali memandang sinar itu..
Kubuka jendela kamarku. Angin bertiup pelan menerpa wajahku.
“Subhanallah… sungguh indah ciptaan Allah..” gumamku
“Kakak…” seseorang mengagetkanku.
Kulihat sosok adikku yang paling manis, dengan buru-buru menghampiri lemari baju.
“Lho, ada apa dik…?”
“Kak Nisa… pinjam jilbabnya yang pink ya…?”
“Hayoo.. buat apa? Boleh, ambil saja”
“Ini tanggal 14 februari kak.. aku mau valentinan ma ryan..”
Aku Cuma tersenyum, sambil berkata di dalam hati. Ini semua kesalahanku, aku biarkan adikku terjerumus mendekati zina, pacaran.. aku benar-benar nyesel. Semua sudah terlanjur, sekarang akau tidak berani melarangnya secara terang-terangan.. akan kudampingi dia.. akan ku dakwahi dan ku nasehati sedikit demi sedikit karena kalau ku larang secara frontal, aku takut dia dengan pacarnya akan backstreet, main belakang. Dan itu lebih berbahaya, karena tidak terkontrol.
“tapi kenapa nggak sekalian aja wajah kamu di cat pink..?” candaku.. karena aku lihatin adikku yang super cantik ini semuanya berwarna pink. Baju pink, rok pink, sepatu pink, accesorisnya pink, jilbabnya juga pink..
“kenapa harus pink sih dik?” tanyaku
“kan valentine identik dengan pink kakak..”
Tapi hatiku membantah. Hanya kesepakatan.
“kurasa Cuma ikut-ikutan saja”
Mungkin karena gencarnya propaganda iklan-iklan di TV atau di radio itu.. lifestyle remaja sekarang adalah layar kaca, syetan itu.
“Ya udah.. hati-hati dijalan, sholat maghrib dulu..”
“Iya kakak..”
Bergegas dia meninggalkan kamarku. Aku Cuma geleng-geleng kepala.
“Apanya yang mengesankan dan membuat terkesan pada hari ini tanggal 14 februari?”
Kurasa semua hari tak pernah beda-bedain, entahlah.. aku sangat sayang adikku, ku doakan semoga dia di jauhkan dari segala dosa.. diberi hidayah oleh Allah. Suatu saat dibuka hatinya. Moga aja.. Aku minta pada-Mu ya Allah. Aamiin..
Aku nggak tahu asal muasal kenapa remaja-remaja kita bisa ikut-ikutan valentine-valentine itu. Sebagai muslim kita kan dilarang bertasyabuh dengan agama lain.
Kucari fakta sejarah valentine, setelah cari kesana-kemari akhirnya aku menemukannya.
Hari valentine terinspirasi dari kisah seorang pendeta nasrani bernama St. Valentino. Ceritanya ia melanggar perintah kaisar Claudius. Untuk tidak menikahkan pasangan yang saling mencintai, tapi oleh St. Valentino ia malah menikahkan pasangan yang saling mencintai, karena alas an kemanusiaan. Pendeta itu dihukum penjara hingga mati tragis.
Aku berpikir..
“Kasih sayang yang mana…?” warna pink, coklat, bunga mawar untuk apa? Aneh menurutku, pacaran???”
Yang ada, bagi remaja sekarang adalah tukeran hadiah. Harusnya yang patut diapresiasi adalah jiwa humanismenya. Sebenarnya ini Cuma masalah culture orang nasrani. Ironisnya kitaorang-orang Islam ikut-ikutan. Karena culture Islam sekarang kering.. nggak ada. Harusnya kita juga buat hari bersejarah yang bisa kita rayakan.. Jadi bukan kita yang bertasyabuh dengan mereka, tapi mereka yang bertasyabuh dengan kita.. Oke kan..!!
Sebenarnya kita bisa bangun peradaban. Jangan membid’ah sesuatu yang baik.
Aku sering bertanya. Islam otentik itu yang seperti apa…???
Kita kehilangan semangat  mencintai Islam. Semua saling mencari pembenaran dalam agama—pendapatnya sendiri. Remaja kita diracuni culture-culture agama mereka. Berpikirlah..! Mereka siap untuk di murtadkan. Mulai sekarang kita harus kembali membangkitkan culture-culture Islam. Apapun bentuknya—jangan diam!
Islam adalah agama Rahmatal lil ‘alamin.. Damai bagi semua tidak ada anarkis, kekerasan, pembunuhan untuk melawan kafir-kafir itu. Kita punya culture keislaman yang menjadi benteng. Aku ingat bagaimana Shalahudin Alayubbin membangkitkan semangat pasukan Islami waktu perang salib untuk merebut Masjidil Aqsa.. di Palestina. Beliau membacakan dan mengadakan Maulid Nabi Muhammad. Bagaimana Rasulullah berjuang, berperang, berjihad. Semua diceritakan.. Hebat.. Pasukan kita bisa merebut Masjidil Aqsa dengan culture Islam.
Adzan Isya berkumandang.. aku bergegas sholat. Selesai sholat ku angkat tanganku. Berdoa.. kemudian ku dengar pintu kamar berderit..
Aku menoleh.. Ku lihat siapa yang datang. Seseorang masuk dengan wajah muram—semuram awan hitam yang bentar lagi pasti hujan. Hujan airmata.
“Lho.. dik Zahra.. kok cepet banget pulangnya? Nggak jadi valentinan sama Ryan?”
Kulihat warna pink-nya sekarang udah jadi sedikit merah karena wajahnya yang menahan marah. Tiba-tiba Zahra sesegukan dalam tangisnya. Kemudian menghambur memelukku.
“Lho.. ada apa ini…?” tanyaku sambil mengelap butiran air mata dipipinya.
“Kak Nisa.. aku sakit hati banget..” ucapnya sesegukan. Ku peluk adikku yang paling aku sayangi ini. Ia butuh didengarkan.
“Ceritain, ada apa..?”
“Aku diputusin sama Ryan kak, padahal aku cinta banget sama dia. Hiks.. hiks.. hiks.. dah gitu tadi dia pamerin cewek barunya. Orang Kristen bernama Marsha buat valentinan. Cewek itu dikasih coklat sama bunga mawar. Aku sakit hati kak..”
“Yah.. kalau Cuma coklat besok kakak beliin. Rasa coklat tanggal 14 februari, 15, 17,21 sama aja kok.. Kalau bunga mawar, didepan rumah juga ada.. he..he.. senyum dunk” aku tersenyum lebar. Zahra tersenyum juga meski terpaksa.
“Kak Nisa nyebelin.. hmmm.. si Ryan itu jahat…”
“Nggak adik.. Ryan nggak jahat, Ryan bener”
“Bener gimana sih kak.. kok kakak membela dia?”
“Ryan bener. Sebab Marsha kan orang Kristen, jadi memang bener apa yang dilakukan Ryan itu. Siapa tahu ntar gantian kamu yang diajar Ryan ke acara Maulid Nabi. Itu kan acara kita.”
“ Sekarang kakak tanya, valentine-valentine gitu itu maksudnya apa?”
Zahra terdiam, ia sangat malu karena nggak bisa jawab.
“Aku nggak tahu kak.. aku Cuma ikut temen-temen…”
“Tu kan, nggak tahu.. adik harus tanggung jawab sama diri adik sendiri.. harus bisa bedain. Mana yang baik dan mana yang buruk”
“Iya, kak.. tapi aku sakit hati kak diputusin..”
“Kakak kasih advice mau dengerin nggak adik..?” Zahra mengangguk.
“Adik mencintai seseorang itu belum pada waktunya.. cinta kepada lawan jenis itu Cuma kepada suami adik aja ntar.. Kalau adik mencintai Ryan yang hotabene bukan apa-apanya adik, sedang ternyata Ryan itu malah mencintai Marsha. Kan sakit banget. Makanya cinta itu butuh ikatan. Pernikahan namanya.. Sekarang nggak usah pacaran aja. Dapatnya Cuma sakit hati. Ok..”
“Iya kak, aku akan dengerin kata-kata kakak..”
“Alhamdulillah Ya.. Allah, aku bersyukur padamu..”
———–lilianurulhuda.

Semoga bermanfaat membaca Cerpen Islami Valentine’s Day

Baca Juga :
Cerpen Islami Impian Sederhana
Cerpen Islami Tangis Untukmu
Cerpen Islami Penantian

Cerpen Islami - Rumah Kehidupan dan Rumah Kematian

Hari ini aku menjauhkan diri dari bisingnya lalu lalang orang-orang. Diriku melangkah ke tempat dimana tak ada seorangpun kecuali diriku, Karen disanalah tempat orang tinggal dengan kebahagiaannya dan kedamaiannya.
                Diriku duduk ditempat itu. Ku lihat dan ku bayangkan desaku disana. Betapa kacaunya sekarang. Rumah-rumah berdiri megah, tinggi, menjulang langit. Jalan-jalan yang tiada henti dilewati sumber-sumber kesombongan manusia.
“zaman modern…” teriakku.
                Diriku duduk sambil membayangkan kerja manusia dikejauhan sana. Dan diriku menemukan mereka dalam keribetan dan ketegangan jiwa.
“demi uang…” teriak mereka.
“demi hidup…” teriak yang lain.
                Didalam batinku aku berusaha melupakan apa yang menimpa mereka, dan diriku memalingkan mataku kearah kampung kedamaian. Disana yang ku dapati cuma onggokan tanah, batu nisan yang dikelilingi pohon-pohon dan bunga kamboja. Lantas diriku merenung.

Desaku telah menjadi kota.
Indah dalam pandangan mata.
Semua ada dan tersedia.
Bahagia bagi sebagian mereka.

Desaku telah jadi kota kehidupan
Disana terjadi kesibukan
Kelelahan yang tiada penghabisan
Sesuatu yang takkan ada penyelesaian

Sedang disini kota kematian
Yang kutemukan cuma ketenangan
Diam dalam kebisuan dan keheningan
Terus… apa yang mereka banggakan?

Dikota kehidupan yang kudapati :
Harapan & keputus asaan
Rasa sayang & benci
Kemiskinan & kekayaan
Kepercayaan & kemunafikan
Sedang dikota kematian ku dapati…? Entah… aku tiada tahu… yang tahu cuma Tuhan-ku… Karena kematian belum menjemputku, tapi suatu saat, pasti aku akan singgah di kota kematian. Disanalah kelak kota abadi yang kutemukan.
Lamunanku berhenti…
                Tiba-tiba mataku melihat kedatangan iring-iringan orang, di belakang sebuah peti mati yang dibawa sebuah mobil. Peti mati yang mahal, terbuat dari kayu dan besi yang dibuat sedemikian rupa… Peti mati penuh ukiran karya pengukir yang hebat. Peti mati orang kaya dan berkuasa. Pengiringnya sangat banyak, dari berbagai macam lapisan masyarakat…
                Yang mati orang terkenal, terpandang dan terhormat. Suasana haru, senyap penuh derai air mata. Sesegukan tangis.. Ketika peti mati di turunkan pemandangan orang berpakaian hitam, berbelasungkawa, penuh duka cita. Dipimpin oleh seorang yang alim. Orang-orang berdo’a dengan nada-nada yang indah. Benar-benar upacara kematian yang megah. Sesaat kemudian orang-orang menyingkir, Nampak sebuah batu nisan pualam karya pemahat dan tukang batu yang tersohor keindahannya. Disekelilingnya ditaruh bunga yang disusun terampil oleh tangan-tangan ahli. Setelah upacara penguburan selesai, kemudian iring-iringan itu pergi meninggalkan pemakaman. Suara hening lagi.
                Aku kembali merenungkan apa yang baru saja aku lihat.
“manusia dengan rumah yang indah. Didunia ia punya rumah mewah… sedang dialam kematian ia punya rumah yang megah” gumamku pelan.

Ketika aku akan beranjak meninggalkan tempat itu, mataku kembali dikejutkan oleh kedatangan empat pria yang memikul keranda. Dibelakangnya nampak seorang perempuan dengan pakaian lusuh. Mengikuti seraya menggendong anaknya yang menetek.
                Nampak seorang anak perempuan yang tak lain adalah juga anak ibu itu, tak henti-hentinya ia menangis. Sambil memegangi tangan ibunya. Cuma itu, hanya itulah iring-iringan penguburan. Seorang pria miskin, seorang pria hina ditempat itu.
                Seorang istri mencurahkan air mata kepedihannya dan bayi yang menangis, karena tangis ibundanya. Serta anak perempuan yang menangis kehilangan ayahnya dalam kepedihan dan kepiluan. Keempat orang itu lalu memasukkan mayat itu ke liang lahat. Mayat malang itu ditimbun tanah tanpa penghalang apapun. Penguburan itu akhirnya selesai, dan berakhir dengan sebuah gundukan tanah. Tanpa batu nisan, tanpa bunga. Kemudian mereka pulang dalam kebisuan. Sedang anak perempuan bermata sembab itu berkali-kali menoleh kebelakang. Seakan-akan ia tak rela ayahnya pergi. Matanya masih basah, menatap tempat peristirahatan terakhir ayahnya.
“kemana aku harus pulang…?” pikirku tentangnya.
                Setelah itu mereka hilang dibalik pohon-pohon. Aku tiada dapat menahan air mataku.
“mereka pasti tidak punya rumah…” lalu aku menatap kota kehidupan.
“itu sebab sikaya dan berkuasa…” dan kearah kematian, akupun berkata,
“itupun karna sikaya dan berkuasa…”
“lantas dimana ya… illahi.. ya Allah… rumah si miskin tanpa daya itu…?”
                Setelah berkata itu, aku berjalan pelan meninggalkan kampung kedamaian itu. Kutatap langit biru yang cerah, kutanya semilir angin. Kurasakan harumnya semerbak bunga, kulihat pohon-pohon… Semua diam…
`Dan sebuah suara di dalam diriku berkata
“nun jauh disana…”

Salatiga 07-11-2011
Thanks to = kahlil Gibran, jallaludin ar rumi untuk advice dan kosakata indahnya

“cerita ini cuma nasehat, untukku dan siapapun. aku tahu dunia ini cuma kesenangan yang menipu. hidup bahagia cuma diakhirat… let’s make  happiness in the world and heaven.. with me together forever…”
Semoga bermanfaat…

Baca Juga

Renungan Islami Buat Akhwat - Istiqamah Hati

suatu ketika terjadi percakapan antara tiga orang gadis di taman sekolah. Mereka dengan asyiknya mengobrol

Renungan Islami Buat Akhwat - Istiqamah Hati

“eh lin, elo tau nggak..? kemaren gue abis ditembak sama yoga…” ucap hani girang.
“hah? beneran? yoga yang cakep itu? yang anak pengusaha mall itu? buju busyeet.. beruntung amat elo ni” tukas linda
“iya, yoga yg itu.. hahahaaha.. iya dong.. gue gituh..” ucap hani dengan PD-nya.
“eh gimana kabar cowok lo, si andri itu?” tanya hani .
“ooh.. dia mah baik2 aja, sekarang lagi sibuk sam hobbynya, nge-trail” jawab linda.
“aseeek..” ucap hani. mata mereka saling beradu, condong ke barat, memandang temannya yang  satu lagi  dengan senyuman.
“kalo elo gimana nisa? cowok lo” tanya hani penasaran..
“ups… aku.. aku nggak punya cowok ni” ucap nisa gemetaran.
“yang bener elo nggak punya cowok nis?” tanya hani heran
“iya bener.. suer deh..” jawab nisa sambil melipat jarinya membentuk huruf V
“elo kan cantik nis, mana mungkin nggak ada cowok yang mau jadi pacar lo” tukas linda
“hemmm.. iya sih…” ucap nisa.
“trus apa yg halangin elo buat gak punya pacar? gak dibolehin ortu lo ya?” tanya hani
“enggak, bukan karna itu hani, linda”
“trus karna apa dong?” tanya mereka
“karna aku menjaga ke-istiqomahanku…”
(hani dan linda : saling berpandangan dan melongo)

Rabu, 09 Juli 2014

Cerpen Islami - Perempuan Sempurna, Siapakah Engkau?

Selamat membaca novel islami penuh inspirasi, semoga bermanfaat buat kalian ya

Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam kelegaan. Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna. Hapalannya banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yang sudah cukup matang. Kurang apa coba?Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisuda sebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana suaminya dengan suami saya.Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim.
Sebenarnya, sebagian besar ayat dalam surat ini sudah mulai saya hapal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah. Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti.Ini terjemah ayat tersebut: 66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”.
66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim”,
66: 12. dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.
SEBUAH KONTRADIKSI
Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh (IN), dan Istri Luth (IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M), adalah symbol perempuan beriman. Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan ironis. Mengapa begitu?
IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?). Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin…
Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF (Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut, pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbakumul a’la.” Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…
PEREMPUAN SEMPURNA
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
“Sebaik-baik wanita penghuni surga itu adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran.” (HR. Ahmad 2720, berderajat shahih).
Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni surga. Akan tetapi, Rasulullah saw. masih membuat strata lagi dari 4 orang tersebut. Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna. Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (Shahih al-Bukhari no. 3411).
Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah IF dan Maryam binti Imran. Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu?
Ah, saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits. Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya sedikit meraba-reba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami. Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia diback-up total oleh Muhammad saw., seorang lelaki hebat. Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib kw, seorang pemuda mukmin yang tangguh.
Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim.” Siksaan yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju surga. Mendapatkan rizki dan bersukaria dengan para penduduk akhirat.
Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina?
Pantas jika Rasul menyebut mereka: Perempuan sempurna…
JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita
Jadi, bukan karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita. Suami yang baik, memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga, mempermudah kita dalam menjalankan perintah agama. Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah.
Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah, namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi pengajian terus sih, sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana kalau Mas korupsi aja…”
Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i. Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai hamba Allah!
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Dikutip dari cerpen Mbak Afifah Afra :-)
Thank u sister.. u really a great writer…

Cerpen Islami - Ada yang Salah dengan Jilbabku

Oleh :

Semoga kisah ini bermanfaat buat kalian.

Angin berhembus pelan menggerakkan daun-daun di pucuk-pucuk pohon. Suasana nan sejuk. Nampak sebuah bangunan megah berlantai dua, SMA Kusuma Bakti.
Siang nan lengang, anak-anak sekolah terlihat keluar kelas untuk istirahat siang. Akupun melangkahkan kakiku menuju kantin sekolah. Tapi aku terkejut melihat seorang anak gadis di tengah lapangan basket.

Cerpen Islami - Ada yang Salah dengan Jilbabku

“Please…! look at me…! hi boys… please…! look at me… i’m beautiful…” teriak  gadis itu mengusik suasana damai di siang hari. Tapi tak seorangpun mau memperhatikannya.
“Ya Allah…!” aku memegang tangan gadis itu dan membawanya pergi.
“Nis… jangan ditarik-tarik begini…” teriaknya.
“Zahro, kamu tu dah gila ya? Kenapa kamu teriak-teriak ngobral diri,  mang kamu barang dagangan?” tanyaku ketus.
“Nis… aku pingin punya pacar…” jawabnya polos.
“Iya… aku tahu, tapi bukan begini caranya”
“Lha, trus gimana?”
“Ya… sabar, aku pikir dulu”
“Tapi cepet…!!! Kalo mikirnya lama, sama juga boong”
“Iya… Bawel banget sih… abis pulang ke sekolah aku tungguin kamu ditaman”. Dia hanya tersenyum terus berlalu.
Aku geleng-geleng kepala, temanku yang satu ini benar-benar tomboy, nggak punya malu. Namanya indah, Alfu Zahro’ atau seribu bunga. Kulitnya putih, rambutnya hitam tergerai. Penampilannya sangat modis, wajahnya mengingatkanku pada Lindsay Lohan, seorang aktris cantik hollywood. Dia bukan anak miskin, keluarganya bercukupan. Tapi kenapa…? Tak seorangpun cowok disekolah ini mau jadi pacarnya.  Jangankan si Ferdy, yang ganteng dan jago basket… si Udin yang wajahnya dibawah standar itu tak mau pacaran dengan Zahro’.
“Ah… Tak tahu kenapa…?” Banyak tanya yang bergelayut didalam hatiku tentang Zahro’.
***
   Burung-burung berkicau diatas pohon, melagukan harmoni yang indah. Matahari bersinar tak begitu terik, sehingga aku benar-benar nyaman duduk ditaman ini. Apalagi angin bertiup sejuk. Tapi hatiku sebel… sudah lebih seperempat jam aku menunggu Zahro’ tapi kenapa belum kelihatan juga batang hidungnya. Kemana tu anak? Anak itu kalo janjian mang suka ngaret…
“Ih…” kalo datang bakal tak berondong makian.
“Sebel bangeeet…” umpatku.
Tiba-tiba ku dengar suara mendekat.” Itu pasti dia. Awas… ya…!” aku menoleh… mang benar dia… kulihat wajahnya biasa, tanpa merasa bersalah.
“Halo Nisa… maap ya…! terlambat, tadi jalannya macet” terdengar kata-kata konvensionalnya. Gak mutu…!
“ughhh… jalannya macet ya? Kenapa nggak bilang kalo kamu tu suka ngaret kalo janjian…” aku mau marah, tapi coba kutahan. “Iya… maap… cepetan! Katanya mau kasih cara buat dapat cowok”. “Aduh… anak ini… benar-benar nggak punya perasaan, datang-datang langsung nodong” batinku.   “Iya, makanya aku ngajak kamu kesini tu ya untuk bantu kamu”.
“Cepat! Katakan caranya… nggak usah pakai basa-basi. Katakan! Bagaimana caranya Nis?” buru dia tidak sabar.
“Tenang donk…!”. Aku mengambil bungkusan yang kubawa tadi dari rumah, kubuka dan kuberikan pada Zahro’.
“Inikan… jilbab…? mang cari cowok pakai jilbab?” tanyanya nggak percaya.
“Wajahmu tu genit banget, kalo pakai jilbab kan terlihat feminim. Kamu nggak tau sih… Orientasi cowok sekarang tu cewek feminim”.
“Coba kamu pakai dulu! Biar aku lihat wajahmu”. Dengan ragu-ragu akhirnya dia memakainya  juga. “Gimana, cantik nggak?”. Aku takjub. “Subhanallah… Kamu cantik banget Zahro’, wajahmu mirip Zaskia Adya Mecca” gumamku. Zahro’ hanya tersenyum.
“Tapi sekian lama kamu makai jilbab, kamu juga nggak punya pacar Nisa…”. Aku terdiam sesaat . aku tahu dia akan bertanya seperti itu. Aduh, pertanyaan yang sulit kujawab. Ku kumpulkan keberanianku, kuatur kata-kataku, semoga kamu nggak marah Zahro’. Aku nggak berniat menyakiti hatimu. Ya Allah… aku berniat dakwah.
“Ehmm… ya, karena dalam islam pacaran itu haram” ucapku tegas. Mendengar kata-kataku, Zahro’ menunduk, tiba-tiba dari sudut matanya menngumpal butiran-butiran bening. Air matanya mengkristal, meleleh, membasahi pipinya yang putih.
“Afwan Zahro’, bukan aku melarang kamu pacaran, tapi mang karena Allah tu sayang ma kita…” jelasku.
“Terima kasih Nisa… Kenapa sih kamu selalu care sama aku?”.
“Quu angfusakum wa ahlikum naara… Kau adalah ahli-ku Zahro’, aku sayang sama kamu” aku tak bisa menahan tangisku. Zahro’ menghambur, lalu memelukku. Ia terisak dalam tangisannya.
“Sungguh… Dari dulu aku itu bingung dengan jati diriku. Aku itu bingung mencari identitasku… Hari ini kamu telah menyadarkan aku. Dan karena kamu telah meyakinkan aku, aku akan mengikutimu Nisa” ucapnya yakin tanpa keraguan sedikitpun.
Aku bahagia, seribu bunga telah kucium wanginya. Bibirku tak berhenti mengucap syukur… Alhamdulillah… Ya Allah kau tunjukkan Hidayah-Mu di hatinya…” kami berpelukan dalam tangis kebahagiaan.
***
             Bel tanda istirahat berbunyi. Aku berjalan keluar kelas. Lalu ku rebahkan tubuhku di kursi tua—depan taman sekolah. Aku jadi leluasa memandang teman-temanku. Ada yang sedang mojok buat berduaan, ada yang sedang ngobrol. Ada juga para cowok yang sedang main basket.
Aku teringat Zahro’ sudah tiga minggu ini dia pakai jilbab. Kalau sore juga sering bareng aku ke mesjid buat dengar pengajian. Wah… Benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Aku jadi teringat juga pada jilbab yang aku berikan dulu.” Ternyata jilbab ini memang pakaian yang dibuat oleh Allah untuk para akhwat” gumam ku pelan.
Bibirku mulai bergerak melantunkan ayat suci al-quran. Surat al-ahzab ayat 59. Kubaca berkali-kali sampai  aku benar-benar hafal diluar kepala beserta maknanya. Ayat itu isinya: perintah Allah kepada para akhwat untuk berjilbab.” Tapi akhwat sekarang yang munafik juga banyak” decak hatiku. Orang berjilbab itu orientasinya macam-macam, tidak semua ikhlas menjalankan perintah Rabb Allah Tuhan yang Esa. Aku teringat teman-teman akhwat di kompleks tempat tinggalku. Ada Asya, dia makai jilbab cuma buat kelihatan cantik, biar jadi perhatian sama ikhwan. Aku sudah pernah lihat dia ciuman didepan umum dengan pacarnya, meski dia pakai jilbab. “Ya Allah… Trus buat apa jilbabnya, kalau tangannya saja ia relakan dipegang oleh ikhwan non mahram” bisikku. Atau Karin yang makai jilbab cuma ikut-ikutan temannya. Kulihat kepalanya memang memakai jilbab, tapi… Masya Allah… celana jeans dan bajunya ketat, menonjolkan bentuk tubuhnya. Aduh… harusnya jilbab itu longgar. Aku juga kasihan liat si Siti tetangga depan rumahku. Karena ayahnya seorang Kiai, ia dipaksa memakai jilbab oleh ayahnya. Padahal dia tidak mau. Pernah aku tanya dia kenapa dia tidak mau memakai jilbab? Dia menjawab ketus; “Pakai jilbab itu gerah banget… lagian aku nggak mau disebut cewek sok alim, sok suci”. Hatiku miris mendengar kata-katanya. Apa ini yang disebut cewek modern? Tanyaku pada hatiku sendiri. Ada lagi yang lebih parah, namanya Vina, dia sekolah di Madrasah Aliyah. Dia memakai jilbab cuma formalitas, karena peraturan sekolahnya, bagi para akhwat wajib memakai jilbab. Dan kalau kesekolah, dia memang memakai  jilbab. Tapi begitu pulang, sampai rumah…? kalau dia main keluar rumah…? aku lihat dia memakai celana hotpants sama tanktop. “Sungguh ironis…!”. Aku menghela nafas dalam-dalam. “Ya Allah… Naudzubillahimin dzalik” batinku berteriak.
Aku juga pernah dengar statement dari seseorang, kenapa jilbab itu banyak dipakai akhwat di timur-tengah… Karena daerah disana, kata dia… adalah padang pasir yang berdebu. Untuk menghindari debu dibuatlah jilbab. Aku tertawa mendengar statementnya, lucu, bodoh dan nggak beralasan. Kalo memang berdebu, harusnya nggak cuma akhwat yang pakai jilbab, tentu ikhwan juga harus memakai. Tapi nyatanya…? Dia benar-benar nggak tahu perintah Allah.
“Hayow… ngelamun, mikir siapa?” Aku terkejut ketika pundakku ditepuk Zahro’ dari belakang. “Ah, kamu ngagetin aku aja…” ucapku tergagap. Kulihat Zahro’ dengan jilbabnya. Manis… Lalu dia duduk disampingku. “Wah, jam kosong Nis, tadi kudengar buguru ada acara keluar kota”. Aku tersenyum. “Wah, nggak ada kegiatan dong, ntar buat kegiatan ah…”
“Eh Nis, tau nggak…? si Kevin baru aja nembak aku tadi…”
“Wuiihh…! Kevin yang tajir itu, yang kalo berangkat naik mobil itu, yang anak pengusaha itu…?” tanyaku.
“Iya… Mang dia, sekarang Kevin, kemarin Ferdy, kemarin lagi…”
“Mang ada berapa orang sih Zahro’ yang nembak kamu? Tanyaku penasaran.
“Aku itung dulu… satu… dua… tiga…”. aku tersenyum lihat Zahro’ begitu serius menghitung dengan jari tangannya. “Ada enam Nis…” kata dia terlonjak.
“Wah… kok bisa ya…?” Kulihat wajah Zahro’, dia terdiam beberapa saat. “Mang ada yang salah dengan jilbabku ya Nis?” tanyanya.
“Nggak…! Jilbabmu dan pakaianmu syar’i kok” jawabku meyakinkan.
“Trus kenapa ya…? Banyak cowok yang pengen aku jadi pacarnya. Padahal dulu nggak?”
“Itu namanya ujian dari Allah, trus sekarang gimana?” pancingku agar dia mau jujur dengan hatinya.
“Ya… seperti katamu, KEEP ISTIQOMAH. Sampai ada yang datang mengkhitbah kita” ucap Zahro’ serius tanpa keraguan. Hatiku lega akhirnya. “Alhamdulillah… Beneran nih, enam—enamnya ditolak?”
“Ya… Iyalah, kan yang masuk surga aku… Katamu kalo yang Islam Cuma KTP-ku doang, ntar yang masuk surga KTP-ku, he..he..he..”. Aku ikut tertawa. Masih ingat juga dia dengan candaanku kemarin.
Aku lalu bangkit dan menarik tangannya. “Kalo begitu aku mau teriak seperti kamu dulu…” ku genggam tangan Zahro’. Kulihat dia kebingungan. “Lho… nggak jadi istiqomah?” tanyanya sambil setengah berlari. Aku dan Zahro’ sampai ke tengah lapangan basket.
“ Please…! look at me…!” teriakku.
“Hai… Nisa… jangan! Zahro’ hendak mencegahku.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Kembali kulirik  Zahro’, ia tersenyum. Lalu ikutan teriak-teriak juga.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Aku senang… akhirnya dia dapat memahami maksudku. Aku berharap akhwat disekolah ini mau memakai jilbab dengan syar’i untuk menjaga kesuciannya dan menjaga tingkah lakunya. Ikhlas, tulus dan sabar dalam menjalankan perintah Allah. Tidak riya’ dan yang lainnya. Dan sampai kapanpun dakwahku tak akan berhenti…

Sumber
catatanlilia.wordpress.com
Posting Lama ►
 

Footer1

FOOTER 2

Footer 3

Copyright 2013 Kumpulan Cerpen Islami Template by CB Blogger Template. Powered by Blogger