Oleh :
Semoga kisah ini bermanfaat buat kalian.
Angin berhembus pelan menggerakkan daun-daun di pucuk-pucuk pohon.
Suasana nan sejuk. Nampak sebuah bangunan megah berlantai dua, SMA
Kusuma Bakti.
Siang nan lengang, anak-anak sekolah terlihat keluar kelas untuk
istirahat siang. Akupun melangkahkan kakiku menuju kantin sekolah. Tapi
aku terkejut melihat seorang anak gadis di tengah lapangan basket.
“Please…! look at me…! hi boys… please…! look at me… i’m beautiful…”
teriak gadis itu mengusik suasana damai di siang hari. Tapi tak
seorangpun mau memperhatikannya.
“Ya Allah…!” aku memegang tangan gadis itu dan membawanya pergi.
“Nis… jangan ditarik-tarik begini…” teriaknya.
“Zahro, kamu tu dah gila ya? Kenapa kamu teriak-teriak ngobral diri, mang kamu barang dagangan?” tanyaku ketus.
“Nis… aku pingin punya pacar…” jawabnya polos.
“Iya… aku tahu, tapi bukan begini caranya”
“Lha, trus gimana?”
“Ya… sabar, aku pikir dulu”
“Tapi cepet…!!! Kalo mikirnya lama, sama juga boong”
“Iya… Bawel banget sih… abis pulang ke sekolah aku tungguin kamu ditaman”. Dia hanya tersenyum terus berlalu.
Aku geleng-geleng kepala, temanku yang satu ini benar-benar tomboy,
nggak punya malu. Namanya indah, Alfu Zahro’ atau seribu bunga. Kulitnya
putih, rambutnya hitam tergerai. Penampilannya sangat modis, wajahnya
mengingatkanku pada Lindsay Lohan, seorang aktris cantik hollywood. Dia
bukan anak miskin, keluarganya bercukupan. Tapi kenapa…? Tak seorangpun
cowok disekolah ini mau jadi pacarnya. Jangankan si Ferdy, yang ganteng
dan jago basket… si Udin yang wajahnya dibawah standar itu tak mau
pacaran dengan Zahro’.
“Ah… Tak tahu kenapa…?” Banyak tanya yang bergelayut didalam hatiku tentang Zahro’.
***
Burung-burung berkicau diatas pohon, melagukan harmoni yang indah.
Matahari bersinar tak begitu terik, sehingga aku benar-benar nyaman
duduk ditaman ini. Apalagi angin bertiup sejuk. Tapi hatiku sebel… sudah
lebih seperempat jam aku menunggu Zahro’ tapi kenapa belum kelihatan
juga batang hidungnya. Kemana tu anak? Anak itu kalo janjian mang suka
ngaret…
“Ih…” kalo datang bakal tak berondong makian.
“Sebel bangeeet…” umpatku.
Tiba-tiba ku dengar suara mendekat.” Itu pasti dia. Awas… ya…!” aku
menoleh… mang benar dia… kulihat wajahnya biasa, tanpa merasa bersalah.
“Halo Nisa… maap ya…! terlambat, tadi jalannya macet” terdengar kata-kata konvensionalnya. Gak mutu…!
“ughhh… jalannya macet ya? Kenapa nggak bilang kalo kamu tu suka
ngaret kalo janjian…” aku mau marah, tapi coba kutahan. “Iya… maap…
cepetan! Katanya mau kasih cara buat dapat cowok”. “Aduh… anak ini…
benar-benar nggak punya perasaan, datang-datang langsung nodong”
batinku. “Iya, makanya aku ngajak kamu kesini tu ya untuk bantu kamu”.
“Cepat! Katakan caranya… nggak usah pakai basa-basi. Katakan! Bagaimana caranya Nis?” buru dia tidak sabar.
“Tenang donk…!”. Aku mengambil bungkusan yang kubawa tadi dari rumah, kubuka dan kuberikan pada Zahro’.
“Inikan… jilbab…? mang cari cowok pakai jilbab?” tanyanya nggak percaya.
“Wajahmu tu genit banget, kalo pakai jilbab kan terlihat feminim.
Kamu nggak tau sih… Orientasi cowok sekarang tu cewek feminim”.
“Coba kamu pakai dulu! Biar aku lihat wajahmu”. Dengan ragu-ragu
akhirnya dia memakainya juga. “Gimana, cantik nggak?”. Aku takjub.
“Subhanallah… Kamu cantik banget Zahro’, wajahmu mirip Zaskia Adya
Mecca” gumamku. Zahro’ hanya tersenyum.
“Tapi sekian lama kamu makai jilbab, kamu juga nggak punya pacar
Nisa…”. Aku terdiam sesaat . aku tahu dia akan bertanya seperti itu.
Aduh, pertanyaan yang sulit kujawab. Ku kumpulkan keberanianku, kuatur
kata-kataku, semoga kamu nggak marah Zahro’. Aku nggak berniat menyakiti
hatimu. Ya Allah… aku berniat dakwah.
“Ehmm… ya, karena dalam islam pacaran itu haram” ucapku tegas.
Mendengar kata-kataku, Zahro’ menunduk, tiba-tiba dari sudut matanya
menngumpal butiran-butiran bening. Air matanya mengkristal, meleleh,
membasahi pipinya yang putih.
“Afwan Zahro’, bukan aku melarang kamu pacaran, tapi mang karena Allah tu sayang ma kita…” jelasku.
“Terima kasih Nisa… Kenapa sih kamu selalu care sama aku?”.
“Quu angfusakum wa ahlikum naara… Kau adalah ahli-ku Zahro’, aku
sayang sama kamu” aku tak bisa menahan tangisku. Zahro’ menghambur, lalu
memelukku. Ia terisak dalam tangisannya.
“Sungguh… Dari dulu aku itu bingung dengan jati diriku. Aku itu
bingung mencari identitasku… Hari ini kamu telah menyadarkan aku. Dan
karena kamu telah meyakinkan aku, aku akan mengikutimu Nisa” ucapnya
yakin tanpa keraguan sedikitpun.
Aku bahagia, seribu bunga telah kucium wanginya. Bibirku tak berhenti
mengucap syukur… Alhamdulillah… Ya Allah kau tunjukkan Hidayah-Mu di
hatinya…” kami berpelukan dalam tangis kebahagiaan.
***
Bel tanda istirahat berbunyi. Aku berjalan keluar kelas.
Lalu ku rebahkan tubuhku di kursi tua—depan taman sekolah. Aku jadi
leluasa memandang teman-temanku. Ada yang sedang mojok buat berduaan,
ada yang sedang ngobrol. Ada juga para cowok yang sedang main basket.
Aku teringat Zahro’ sudah tiga minggu ini dia pakai jilbab. Kalau
sore juga sering bareng aku ke mesjid buat dengar pengajian. Wah…
Benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Aku jadi teringat
juga pada jilbab yang aku berikan dulu.” Ternyata jilbab ini memang
pakaian yang dibuat oleh Allah untuk para akhwat” gumam ku pelan.
Bibirku mulai bergerak melantunkan ayat suci al-quran. Surat al-ahzab
ayat 59. Kubaca berkali-kali sampai aku benar-benar hafal diluar
kepala beserta maknanya. Ayat itu isinya: perintah Allah kepada para
akhwat untuk berjilbab.” Tapi akhwat sekarang yang munafik juga banyak”
decak hatiku. Orang berjilbab itu orientasinya macam-macam, tidak semua
ikhlas menjalankan perintah Rabb Allah Tuhan yang Esa. Aku teringat
teman-teman akhwat di kompleks tempat tinggalku. Ada Asya, dia makai
jilbab cuma buat kelihatan cantik, biar jadi perhatian sama ikhwan. Aku
sudah pernah lihat dia ciuman didepan umum dengan pacarnya, meski dia
pakai jilbab. “Ya Allah… Trus buat apa jilbabnya, kalau tangannya saja
ia relakan dipegang oleh ikhwan non mahram” bisikku. Atau Karin yang
makai jilbab cuma ikut-ikutan temannya. Kulihat kepalanya memang memakai
jilbab, tapi… Masya Allah… celana jeans dan bajunya ketat, menonjolkan
bentuk tubuhnya. Aduh… harusnya jilbab itu longgar. Aku juga kasihan
liat si Siti tetangga depan rumahku. Karena ayahnya seorang Kiai, ia
dipaksa memakai jilbab oleh ayahnya. Padahal dia tidak mau. Pernah aku
tanya dia kenapa dia tidak mau memakai jilbab? Dia menjawab ketus;
“Pakai jilbab itu gerah banget… lagian aku nggak mau disebut cewek sok
alim, sok suci”. Hatiku miris mendengar kata-katanya. Apa ini yang
disebut cewek modern? Tanyaku pada hatiku sendiri. Ada lagi yang lebih
parah, namanya Vina, dia sekolah di Madrasah Aliyah. Dia memakai jilbab
cuma formalitas, karena peraturan sekolahnya, bagi para akhwat wajib
memakai jilbab. Dan kalau kesekolah, dia memang memakai jilbab. Tapi
begitu pulang, sampai rumah…? kalau dia main keluar rumah…? aku lihat
dia memakai celana hotpants sama tanktop. “Sungguh ironis…!”. Aku
menghela nafas dalam-dalam. “Ya Allah… Naudzubillahimin dzalik” batinku
berteriak.
Aku juga pernah dengar statement dari seseorang, kenapa jilbab itu
banyak dipakai akhwat di timur-tengah… Karena daerah disana, kata dia…
adalah padang pasir yang berdebu. Untuk menghindari debu dibuatlah
jilbab. Aku tertawa mendengar statementnya, lucu, bodoh dan nggak
beralasan. Kalo memang berdebu, harusnya nggak cuma akhwat yang pakai
jilbab, tentu ikhwan juga harus memakai. Tapi nyatanya…? Dia benar-benar
nggak tahu perintah Allah.
“Hayow… ngelamun, mikir siapa?” Aku terkejut ketika pundakku ditepuk
Zahro’ dari belakang. “Ah, kamu ngagetin aku aja…” ucapku tergagap.
Kulihat Zahro’ dengan jilbabnya. Manis… Lalu dia duduk disampingku.
“Wah, jam kosong Nis, tadi kudengar buguru ada acara keluar kota”. Aku
tersenyum. “Wah, nggak ada kegiatan dong, ntar buat kegiatan ah…”
“Eh Nis, tau nggak…? si Kevin baru aja nembak aku tadi…”
“Wuiihh…! Kevin yang tajir itu, yang kalo berangkat naik mobil itu, yang anak pengusaha itu…?” tanyaku.
“Iya… Mang dia, sekarang Kevin, kemarin Ferdy, kemarin lagi…”
“Mang ada berapa orang sih Zahro’ yang nembak kamu? Tanyaku penasaran.
“Aku itung dulu… satu… dua… tiga…”. aku tersenyum lihat Zahro’ begitu
serius menghitung dengan jari tangannya. “Ada enam Nis…” kata dia
terlonjak.
“Wah… kok bisa ya…?” Kulihat wajah Zahro’, dia terdiam beberapa saat. “Mang ada yang salah dengan jilbabku ya Nis?” tanyanya.
“Nggak…! Jilbabmu dan pakaianmu syar’i kok” jawabku meyakinkan.
“Trus kenapa ya…? Banyak cowok yang pengen aku jadi pacarnya. Padahal dulu nggak?”
“Itu namanya ujian dari Allah, trus sekarang gimana?” pancingku agar dia mau jujur dengan hatinya.
“Ya… seperti katamu, KEEP ISTIQOMAH. Sampai ada yang datang
mengkhitbah kita” ucap Zahro’ serius tanpa keraguan. Hatiku lega
akhirnya. “Alhamdulillah… Beneran nih, enam—enamnya ditolak?”
“Ya… Iyalah, kan yang masuk surga aku… Katamu kalo yang Islam Cuma
KTP-ku doang, ntar yang masuk surga KTP-ku, he..he..he..”. Aku ikut
tertawa. Masih ingat juga dia dengan candaanku kemarin.
Aku lalu bangkit dan menarik tangannya. “Kalo begitu aku mau teriak
seperti kamu dulu…” ku genggam tangan Zahro’. Kulihat dia kebingungan.
“Lho… nggak jadi istiqomah?” tanyanya sambil setengah berlari. Aku dan
Zahro’ sampai ke tengah lapangan basket.
“ Please…! look at me…!” teriakku.
“Hai… Nisa… jangan! Zahro’ hendak mencegahku.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Kembali kulirik Zahro’, ia tersenyum. Lalu ikutan teriak-teriak juga.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Aku senang… akhirnya dia dapat memahami maksudku. Aku berharap akhwat
disekolah ini mau memakai jilbab dengan syar’i untuk menjaga
kesuciannya dan menjaga tingkah lakunya. Ikhlas, tulus dan sabar dalam
menjalankan perintah Allah. Tidak riya’ dan yang lainnya. Dan sampai
kapanpun dakwahku tak akan berhenti…
Sumber
catatanlilia.wordpress.com