Posted by Blogger Name. Category:
cerpen Islami
Penulis:Gusti A Margy
Kata yang selalu di sebut oleh salah satu capres di Indonesia silahkan membaca
Amay
sewot! Pagi itu ia berencana melabrak Pak Tino. Seluruh mahasiswa
sekolah tinggi itu benci Pak Tino, dosen mata kuliah umum yang mengajar
beberapa jurusan. Pak Tino berkali-kali berulah diskriminatif. Amay
merasa sebagai salah satu korban. Ia tak terima. Ia mau protes!
Amay menghentikan langkah. Matanya mendongak, membaca papan tulisan di atas pintu: IR. TINO B.
“Assalamualaikm,†salamnya seraya mengetuk pintu.
“Ya, masuk!†Suara Pak Tino dari dalam. Ia baru selesai mengetik SMS ke istrinya di Padang. “Ada apa, ya?†Tanyanya kemudian.
“Ya, masuk!†Suara Pak Tino dari dalam. Ia baru selesai mengetik SMS ke istrinya di Padang. “Ada apa, ya?†Tanyanya kemudian.
“Saya
Amay, Pak. Anak Elektro. Begini, Pak. Saya mau tanya nilai matematika
saya.†Amay mencoba menahan gemuruh emosi di dada.
“Kamu sudah lihat di papan pengumuman?â€
Amay mengangguk, tapi tak puas.
“Lalu, apa lagi yang mau kamu ketahui?â€
Amay mengangguk, tapi tak puas.
“Lalu, apa lagi yang mau kamu ketahui?â€
“Saya mau lihat keseluruhannya, Pak. Dari nilai UTS, tugas, kuis, sampai hasil UAS kemarin, Pak.â€
“Kenapa?†Tanya Pak Tino acuh tak acuh.
“Rasa-rasanya saya bisa mengerjakan. Lengkap lagi. Tapi kok nilainya…E.â€
“Ooo, rasa-rasanya…!†Pak Tino seperti menyindir. Ia masih asik dengan HP-nya.
“Rasa-rasanya saya bisa mengerjakan. Lengkap lagi. Tapi kok nilainya…E.â€
“Ooo, rasa-rasanya…!†Pak Tino seperti menyindir. Ia masih asik dengan HP-nya.
Amay
kecewa. Ia ingin marah, namun tak bisa. Pak Tino tidak bersedia
menunjukkan nilai-nilai yang dia minta. Kalau mau lihat Amay disuruh ke
rumahnya. Pak Tino bilang, semua berkas nilai ada di rumah.
Amay terus mendesak supaya Pak Tino menjelaskan nilai-nilainya. Tapi didengarnya kemudian nada bicara Pak Tino mulai meninggi.
“Kamu
tahu nggak, saya sibuk sekali! Lihat tuh, tugas mahasiswa, bimbingan
skripsi, bikin diktat, semua menumpuk! Udah kalau mau, datang aja ke
rumah!†Pak Tino mengisyaratkan sekali lagi agar Amay datang ke
rumahnya. Amay keluar dari ruang Pak Tino dengan hasil: kecewa!
Ketika
hal itu Amay ceritakan pada teman-teman, banyak yang ikut memberi
komentar miring. Amay memang bukan mahasiswa menonjol. Prestasi
akademiknya biasa saja. Tapi ia sangat polos. Setiap melihat
ketidaksesuaian terjadi, ia tak segan-segan menanyakan langsung pada
pihak bersangkutan. Dosen Bahasa Inggris pernah dilabraknya. Pak Jeddy,
begitu dosen Bahasa Inggris dipanggil, diminta merevisi keteledoran
memberikan nilai padanya. Walhasil, Pak Jeddy mengakui kesalahannya, dan
nilai Amay berubah. Kalau Pak Tino?
Seperti
sudah jadi rahasia umum, Pak Tino adalah dosen yang doyan banyak hal.
Makanya teman-temannya riuh menertawakan pengalaman Amay.
“Asyik dong…di rumah. Istrinya nggak ada lagi!†Gurau si mata sipit, Asri.
“Waduh, kamu mesti bawa oleh-oleh dong!†Ledek yang lain
“Siap-siap saja ‘uji nyali’ di sana!†Imbuh teman laki-lakinya.
“Waduh, kamu mesti bawa oleh-oleh dong!†Ledek yang lain
“Siap-siap saja ‘uji nyali’ di sana!†Imbuh teman laki-lakinya.
Bagi
para mahasiswa, Pak Tino adalah dosen muda yang ganteng tapi juga
misterius. Pak Tino suka pilih kasih pada mahasiswa. Anak-anak
informatika dijadikan anak emas, sementara mahasiswa jurusan lain
diperas!
***
“Kamu diperas?†Tanya Neneng saat mereka ngobrol di kantin kampus.
“Ssstt!†Amay meletakkan jari tengahnya ke bibir Neneng. Melihat ke sekeliling kantin, khawatir kalau-kalau ada yang memperhatikan mereka.
***
“Kamu diperas?†Tanya Neneng saat mereka ngobrol di kantin kampus.
“Ssstt!†Amay meletakkan jari tengahnya ke bibir Neneng. Melihat ke sekeliling kantin, khawatir kalau-kalau ada yang memperhatikan mereka.
“Dia sih nggak bilang begitu! Dia hanya nanya ke saya, maunya gimana?â€
“Trus, trus…?†Neneng tak sabar menunggu kelanjutan cerita Amay.
Ditinjunya lengan Neneng, “Kamu maunya buru-buru saja, sabar dong,†kata Amay.
“Trus, trus…?†Neneng tak sabar menunggu kelanjutan cerita Amay.
Ditinjunya lengan Neneng, “Kamu maunya buru-buru saja, sabar dong,†kata Amay.
“Nilai kamu yang sebenarnya, apa? Kamu diliatin nggak?â€
“Awalnya nggak. Tapi akhirnya aku tahu juga. Pak Tino bilang, ia mau merubah nilaiku, asal…â€
Neneng tidak segera menyahut, ia menunggu dengan tatapan mata bertanya-tanya.
“Ada kompensasi! Tapi itu sih mudah kata dia. Aku langsung tawarkan gimana kalo aku ujian ulang, dan dia bilang…boleh saja!â€
“Awalnya nggak. Tapi akhirnya aku tahu juga. Pak Tino bilang, ia mau merubah nilaiku, asal…â€
Neneng tidak segera menyahut, ia menunggu dengan tatapan mata bertanya-tanya.
“Ada kompensasi! Tapi itu sih mudah kata dia. Aku langsung tawarkan gimana kalo aku ujian ulang, dan dia bilang…boleh saja!â€
“Hari itu juga? Di rumah dia itu, kamu ujian ulang?â€
“Belum sih,†Amay menyeruput pop-ice melonnya.
“Eh, kamu tau nggak. Anak lain nggak perlu tuh ujian ulang. Kata mereka nih, cukup bawain bingkisan atau amplop. Beres deh, dijamin nilai berubah.â€
“Belum sih,†Amay menyeruput pop-ice melonnya.
“Eh, kamu tau nggak. Anak lain nggak perlu tuh ujian ulang. Kata mereka nih, cukup bawain bingkisan atau amplop. Beres deh, dijamin nilai berubah.â€
“Ya,
aku pernah denger itu. Tapi kalo aku sih…ntar dulu!†Kata Amay jual
mahal sedikit. Mereka tertawa kecil. Tak terasa kantin kampus sudah
penuh mahasiswa. Jam-jam istirahat memang waktu prime time bagi pemilik
kantin. Mereka sibuk melayani mahasiswa makan siang.
Seorang
mahasiswi berambut panjang bergabung di meja mereka. Niken, mahasiswa
informatika. Anak buah, eh, anak emas Pak Tino dong?
Niken menjawil Amay. “Kamu kan yang namanya…â€
“Amay!†Jawab Amay cepat. “Ada apa, ya?â€
“Amay!†Jawab Amay cepat. “Ada apa, ya?â€
“Ini!â€
Niken menyodorkan sebuah amplop surat tertutup. “Pak Tino nggak pesan
apa-apa. Cuma minta aku ngasihin ini ke kamu. Kamu baca sendiri,â€
kata Niken seraya berdiri untuk pesan makan.
Dibukanya
amplop itu. Lalu dibaca tulisan tangan Pak Tino: Setelah saya
pertimbangkan kembali, nilaimu sudah bisa berubah. Namun pihak
administrasi akademik menolak karena sudah terlambat. Bila kamu masih
ingin berusaha, silakan temui Pak Amir. Saya masih siap bantu kamu.
Rumah saya juga terbuka untukmu. Ttd: P Tino B.
Amay senyum kecut. Dipandangnya Neneng dengan mata kosong.
Huh, plin-plan! Simpulnya mengingat sikap Pak Tino. Lalu, dibayangkannya wajah Pak Amir, seorang kepala administrasi akademik. Laki-laki tua yang kolot.
Huh, plin-plan! Simpulnya mengingat sikap Pak Tino. Lalu, dibayangkannya wajah Pak Amir, seorang kepala administrasi akademik. Laki-laki tua yang kolot.
Aturannya
selalu kaku. Seolah tak punya toleransi sedikit pun! Kok urusannya jadi
panjang begini? Amay sadar, tak mudah membujuk Pak Amir. Orang tua yang
tetap membujang itu selalu bicara aturan, prosedur, dan macam-macam.
Seluruh mahasiswa segan menghadapi dirinya. Seperti tahu akan menghadapi
sebuah tembok, selalu mentok!
***
Amay kesal! Sendirian gelisah mondar-mandir antara ruang bagian administrasi akademik dan ruang Pak Tino. Ia hendak menemui Pak Amir, tapi ia tak di tempat. Pak Tino juga. Dari ruang kemahasiswaan, Neneng muncul dengan seorang temannya yang aktif di senat mahasiswa.
***
Amay kesal! Sendirian gelisah mondar-mandir antara ruang bagian administrasi akademik dan ruang Pak Tino. Ia hendak menemui Pak Amir, tapi ia tak di tempat. Pak Tino juga. Dari ruang kemahasiswaan, Neneng muncul dengan seorang temannya yang aktif di senat mahasiswa.
“Nunggu
seseorang?†sapa teman Neneng setelah dikenalkan sama Amay. Namanya
Salim. Mahasiswa itu kelihatan jenius. Kecamatanya tebal. Kutu buku,
kali?
“Pak Amir.â€
“Beliau sedang cuti,†jawab Salim.
Ya, Allah! Batin Amay. “Kalo Pak Tino, liat?â€
“Lagi nguji tugas akhir di 102.â€
“Beliau sedang cuti,†jawab Salim.
Ya, Allah! Batin Amay. “Kalo Pak Tino, liat?â€
“Lagi nguji tugas akhir di 102.â€
“Belum kelar ya, May…soal nilai kemarin?†Tanya Neneng.
“Waduh, kebetulan dong. Kita lagi ngumpulin bahan nih,†Salim kegirangan. Seperti mendapat hadiah.
“Waduh, kebetulan dong. Kita lagi ngumpulin bahan nih,†Salim kegirangan. Seperti mendapat hadiah.
“Iya, Lim. Amay juga masalahnya sama,†Neneng menambahi.
Dan mengalirlah percakapan mereka mengenai aturan nilai di sekolah tinggi itu. Salim banyak mendapatkan keluhan para mahasiswa tentang kelakuan Pak Tino yang diskriminatif. Neneng sekali-kali membuka catatannya. Dia sebutkan beberapa hal mengenai track record dosen matematika itu. Dalam catatannya, Pak Tino berkali-kali menjual nilai kepada mahasiswa. Anak-anak informatika diberi keistimewaan, sementara anak-anak jurusan lain seperti Elektro, Mesin, Industri, dan Tekstil, nilainya dipersulit. Dalih yang diperoleh, anak informatika kaya-kaya dan mudah mengeluarkan uang. Makanya Pak Tino mengistimewakan mereka!
Dan mengalirlah percakapan mereka mengenai aturan nilai di sekolah tinggi itu. Salim banyak mendapatkan keluhan para mahasiswa tentang kelakuan Pak Tino yang diskriminatif. Neneng sekali-kali membuka catatannya. Dia sebutkan beberapa hal mengenai track record dosen matematika itu. Dalam catatannya, Pak Tino berkali-kali menjual nilai kepada mahasiswa. Anak-anak informatika diberi keistimewaan, sementara anak-anak jurusan lain seperti Elektro, Mesin, Industri, dan Tekstil, nilainya dipersulit. Dalih yang diperoleh, anak informatika kaya-kaya dan mudah mengeluarkan uang. Makanya Pak Tino mengistimewakan mereka!
Amay
mendengarkan saja. Sebetulnya ia sudah lama tahu hal itu. Teman-teman
kosnya sering bilang begitu. Anak-anak informatika yang dekat dengan
Amay bicara blak-blakan membocorkan rahasia Pak Tino. Bahkan lebih gila
lagi, Pak Tino ngobyek membuatkan skripsi anak Informatika yang pemalas
dengan imbalan lima juta rupiah per judul. Dijamin akan lulus sampai
ujian sidang. Jika tidak, Pak Tino berjanji akan mengusahakan dengan
caranya sampai mahasiswa tersebut punya nilai dan lulus. Paling, ya
tinggal menambah saja uang jasanya. Hal itu Amay informasikan pada Salim
dan Neneng. Mereka kaget.
Makanya
Amay tak terlalu kaget ketika Salim dan Neneng membongkar seluruh
catatan ulah Pak Tino. Info yang Amay miliki tentang kejahatan Pak Tino
ternyata lebih dahsyat. Tadinya Amay juga tak mau terlibat, namun sejak
nilainya tersangkut di Pak Tino, Amay mulai respek sama dosen
‘nakal’ itu.
***
***
Kemarahan
mahasiswa mencapai puncak. Di bawah komando senat mahasiswa, anak-anak
dari berbagai jurusan berkumpul di depan ruang Pak Tino. Mereka minta
pertanggungjawaban atas kejahatan intelektual yang dilakukan Pak Tino.
Pihak
Satpam kampus seperti sudah melihat gelagat tidak beres. Salah seorang
melapor ke rektorat, dan kembali ke tempat mahasiswa berkumpul dengan
mengawal seorang pimpinan sekolah tinggi. Berdua mereka berjalan
buru-buru. Takut terjadi sesuatu sebelum mereka sampai.
Amay
berdiri di antara Salim dan Neneng, di tengah-tengah para mahasiswa
yang berunjuk rasa. Suasana perkuliahan di sekolah tinggi itu berubah
menjadi suasana demonstrasi intern mahasiswa. Di sudut lain, sekelompok
mahasiswa membaca orasi. Mengecam perbuatan Pak Tino. Poster dan
selebaran berisi ajakan untuk menuntut Pak Tino disebarkan. Sebuah
spanduk panjang di lorong depan ruang dosen terpampang: PECAT DOSEN
NAKAL: PERUSAK MORAL ANAK BANGSA!
Hari
itu seluruh mahasiswa mogok kuliah. Mereka ngotot tidak akan bubar
sebelum pimpinan sekolah tinggi menindak Pak Tino, manusia paling apes
hari itu, terduduk gemetar di ruang yang terkunci rapat. Tangannya
menelungkup. Wajahnya pucat tertunduk di balik lutut. Ia ketakutan!
Beberapa mahasiswa termasuk Amay sempat menggedor-gedor pintu ruang Pak Tino sebelum satpam dan pimpinan rektorat datang.
“Pak Tino! Keluar!â€
“Keluar kau dosen nakal!†Kecam para mahasiswa.
“Kami tak mau punya mental penyogok!†Teriak Amay.
“Pak Tino! Kembalikan uang kami!â€
“Keluar kau dosen nakal!†Kecam para mahasiswa.
“Kami tak mau punya mental penyogok!†Teriak Amay.
“Pak Tino! Kembalikan uang kami!â€
Kata-kata itu terus berloncatan. Dari mulut yang kesal dan penuh ledakan emosi.
Akhirnya
pihak pimpinan kampus mengajak bicara dengan beberapa perwakilan senat
mahasiswa, unit kegiatan, dan wakil jurusan. Di ruang tertutup. Hanya
Amay satu-satunya mahasiwa yang tak mewakili unit apapun. Ia berhasil
menyusup dan mengikuti rapat.
Dari
pertemuan tertutup itu diperoleh keputusan pihak manajemen berjanji
akan menyelidiki kasus ini dan bersedia menjatuhkan sangsi bila Pak Tino
terbukti bersalah, yaitu dipecat dari jajaran dosen pengajar di sekolah
tinggi itu. Mahasiswa menarik napas lega.
Tapi pikiran Amay masih terfokus atas nilai Matematika miliknya. Ia sangat penasaran.
Maka didatanginya sekali lagi rumah Pak Tino pada keesokan harinya. Rupanya Pak Tino tidak ada. Kata pembantunya, dosen itu sedang ke luar kota. Pembantu itu menyerahkan satu map folio pada Amay, sesuai pesan Pak Tino kalau Amay datang. Amay memeriksa isinya. Dan ia lega ketika lihat isi map itu adalah arsip nilai selama ia mengikuti perkuliahan matematika. Ditelitinya seluruh nilai yang ada. Mulai dari nilai uts, kuis, tugas, dan nilai uas. Ia tersenyum. Ia bahkan menemukan dua dokumen asli berupa berkas lembar jawaban saat mengikuti ujian. Arsip-arsip itu akan ia serahkan pada Pak Amir. Nilai total di sana tertulis: B. Arsip dan bukti yang lengkap. Sangat lengkap!
Maka didatanginya sekali lagi rumah Pak Tino pada keesokan harinya. Rupanya Pak Tino tidak ada. Kata pembantunya, dosen itu sedang ke luar kota. Pembantu itu menyerahkan satu map folio pada Amay, sesuai pesan Pak Tino kalau Amay datang. Amay memeriksa isinya. Dan ia lega ketika lihat isi map itu adalah arsip nilai selama ia mengikuti perkuliahan matematika. Ditelitinya seluruh nilai yang ada. Mulai dari nilai uts, kuis, tugas, dan nilai uas. Ia tersenyum. Ia bahkan menemukan dua dokumen asli berupa berkas lembar jawaban saat mengikuti ujian. Arsip-arsip itu akan ia serahkan pada Pak Amir. Nilai total di sana tertulis: B. Arsip dan bukti yang lengkap. Sangat lengkap!
Di
kampus, pagi-pagi sekali, Amay sudah menunggu kedatangan Pak Amir. Amay
membalas senyum Pak Amir ketika pria bujang itu menyapanya. Pagi itu,
senyum Pak Amir terasa beda. Belum pernah selama kuliah di sekolah
tinggi Amay melihat Pak Amir secerah hari ini. Biasanya mukanya selalu
ditekuk dan pasang wajah ‘tua’.
Diserahkannya
berkas nilai yang ia bawa pada Pak Amir. Amay menjelaskan duduk
permasalahan kenapa sampai nilai itu terlambat. Disebut-sebutnya
kesalahan Pak Tino. Rupanya Pak Amir mau memahami. Di luar dugaan Amay,
Pak Amir menerima arsip itu dengan senang.
“Mudah-mudahan
tidak ada lagi dosen seperti Pak Tino di sini. Saya sering dibuat
susah. Mahasiswa pikir, saya yang reseh!†Pak Amir senyum.
Giliran Amay yang diam.
“Padahal…apapun akan saya kerjakan, asal cara dan prosedurnya benar!â€
“Tapi nilai saya bisa berubah kan, Pak?†tanya Amay.
“Padahal…apapun akan saya kerjakan, asal cara dan prosedurnya benar!â€
“Tapi nilai saya bisa berubah kan, Pak?†tanya Amay.
Pak Amir mengangguk. Dan Amay senyum lega
0 komentar:
Posting Komentar