JONI, hari ini ujian skripsi. Bangun pagi-pagi. Semangat. Yakin
dengan semua persiapan. Tiba di kampus 45 menit sebelum pintu ruang
ujian dibuka. Menunggu di aula depan gedung Departemen Akuntansi. Masih
sempatlah SMS sana, SMS sini. Bilang hari ini dia mau sidang skripsi. Pliz, kasih doa-doa biar lancar. Setengah jam berlalu, sayang sepuluh SMS dikirim, tak satupun yang ngasih reply.
Mungkin teman-temannya lagi sibuk. Mungkin masih di jalan. Mungkin HP
mereka tertinggal. Mungkin entahlah. Joni membesarkan hati.
Dosen penguji mulai berdatangan. Joni semakin ketar-ketir. Eh, masa’ iya nggak ada teman-temannya yang reply
SMS? Joni mencet-mencet nomor. Mencoba menghubungi teman-temannya.
Apes! Nada sibuk. Kalaupun ada nada tunggu, ya nggak diangkat-angkat.
Pada kemana mereka hari ini?
Duh, kemana pula Puput pacarnya. Masa’ di hari sepenting ini,
pacarnya nggak kasih doa selamat berjuang atau apa kek. Joni mengusap
dahinya yang berkeringat. Puput mungkin masih bete. Mereka memang habis
bertengkar dua hari lalu. Puput malah ngancam mau putus segala.
Teng! Waktunya masuk ruang sidang. Joni mengusir hal-hal negatif di
kepalanya. Berusaha merapikan dasi dan kemeja lengan panjangnya. Berdoa
sebentar. Semoga semuanya lancar.
***
DONI, hari ini ujian skripsi. Bangun pagi-pagi. Semangat. Yakin
dengan semua persiapan. Tiba di kampus 45 menit sebelum pintu ruang
ujian dibuka. Menunggu di aula depan gedung Departemen Manajemen (beda
sepuluh meter dengan gedung Departemen Akuntansi). Masih sempatlah SMS
sana, SMS sini. Bilang hari ini dia mau sidang skripsi. Pliz, kasih doa-doa biar lancar. Setengah jam berlalu, sayang sepuluh SMS dikirim, tak satupun yang ngasih reply.
Mungkin teman-temannya lagi sibuk. Mungkin masih di jalan. Mungkin HP
mereka tertinggal. Mungkin entahlah. Doni membesarkan hati.
Dosen penguji mulai berdatangan. Doni semakin ketar-ketir. Eh, masa’ iya nggak ada teman-temannya yang reply
SMS? Doni mencet-mencet nomor. Mencoba menghubungi teman-temannya.
Sial! Nada sibuk. Kalaupun ada nada tunggu, ya nggak diangkat-angkat.
Pada kemana pula mereka hari ini?
Celingukan kesana-kemari. Ngelihat Joni yang berdiri di aula Gedung
Akuntansi. Sial, tuh anak hari ini ujian skripsi juga. Doni benci banget
dengan Joni. Apalagi kalau bukan gara-gara Puput! Dari dulu Doni naksir
berat sama Puput. Sayang Puput malah jadian sama Joni. Semoga Joni
nggak lulus. Doni berseru sirik dalam hati.
Teng! Waktunya masuk ruang sidang. Doni mengusir hal-hal negatif di
kepalanya. berusaha merapikan dasi dan kemeja lengan panjangnya. Berdoa
sebentar. Semoga semuanya lancar.
***
Dua jam berlalu, Joni keluar dengan muka merah. Benar-benar
menyakitkan. Skripsinya dibilang sampah. Dan benar-benar dibuang ke
kotak sampah oleh salah-seorang dosen penguji yang punya reputasi
super-killer. Hiks! TIDAK LULUS. Joni tertunduk, melangkah patah-patah
keluar gedung Departemen Akuntansi.
Baru tiba di pintu aula depan, HP-nya berdengking. Puput yang
telepon. “Mulai hari ini kita putus!” Puput tanpa bilang salam, tanpa say sayang, langsung to the point.
“Put, dengarkan aku….” Tut. Tut. Tut. Joni panik. Berusaha telepon
balik Puput. Apes! Tidak aktif. Ya Tuhan! Joni mengeluh dalam. Lihatlah,
hari ini dia nggak lulus ujian skripsi dan Puput bilang putus.
Joni melangkah tertatih ke air mancur kampus. Duduk nelangsa di kursi taman. Ketemu Doni di sana.
***
Dua jam berlalu, Doni keluar dengan muka merah. Benar-benar sempurna.
Skripsinya dibilang luar-biasa! Dikasih nilai A+ oleh salah-seorang
dosen penguji yang punya reputasi super-killer. Dahsyat, man!
LULUS. Doni melangkah riang bin gagah keluar gedung Departemen
Akuntansi. Menuju air mancur kampus. Duduk dengan bangganya di kursi
taman. Ketemu Joni di sana. Ngelihat tampang Joni yang nelangsa. Yes!!
Kalau lihat mukanya, dia nggak lulus. Doni bersorak riang dalam hati.
Benar-benar hari yang sempurna.
“Lu lulus, Jon?” Basa-basi.
Joni menggeleng lemah.
“Nggak. Sial banget gw. Lu lulus?”
Doni mengangkat bahu, sok-banget.
“Gw benar-benar apes, Don.” Joni tertunduk pelan.
“Kenapa?”
“Hari ini Puput juga mutusin gw!”
Doni bahkan hampir tak kuasa menahan diri untuk tidak melompat riang jingkrak-jingkrak.
“Gw ke kantin dulu, Jon.” Doni beranjak pergi. Hari yang
menyenangkan. Teman-teman se-gengnya pasti lagi ngumpul di kantin.
Bakal seru banget ngomongin kabar hari ini.
***
Joni duduk bengong di depan air mancur. Sedih banget. Sesak. Dia
benar-benar apes hari ini. Nggak lulus. Diputusin pacar. Terus lihat
Doni yang bahagia banget.
Joni ngambil HP-nya dari kantong celana. Lihatlah, tetap nggak satupun teman-temannya yang reply SMS. Sekali lagi mencoba send SMS. Bilang dia nggak lulus. Bilang Puput mutusin. “Hari ini gw sedih banget, frens!”
Satu jam berlalu tetap nggak satupun dari (sekarang) dua puluh SMS yang
dikirim berbalas. Mungkin mereka nggak tahu kalau ada SMS darinya. Joni
mencet-mencet nomor. Coba menelepon. Nada sibuk. Nggak diangkat. Tidak
aktif. Voice-box. Pada kemana?
Joni duduk semakin nelangsa. Lihatlah! Hari ini pas dia lagi sedih banget, justru nggak ada satu pun teman yang bisa jadi tempat curhat. Sendiri. Joni mengusap wajahnya.
***
Doni pergi ke kantin. Semangat. Mereka harus tahu kabar-baik hari
ini. Doni tersenyum lebar. Tuing! Ternyata nggak ada satupun teman
se-geng-nya ada di kantin. Malah kantin terlihat sepi. Kok? Doni
mengambil HP di kantong celananya.
Pada ke mana sih? Masa’ SMS-nya tadi pagi belum di-reply juga? Doni send dua puluh SMS lagi. “Gila, frens, gw lulus. Trus lu tau, nggak? Puput putus sama Joni! Haha! Gw bahagia banget hari ini.” Doni duduk di kursi kantin.
Satu jam berlalu. Ampun, belum ada satupun juga reply SMS!
Mungkin mereka nggak tahu kalau ada SMS darinya. Doni mencet-mencet
nomor. Coba menelepon. Nada sibuk. Nggak diangkat. Tidak aktif. Voice-box. Pada kemana?
Doni menatap kosong langit-langit kafe yang sepi. Bagaimana mungkin? Hari ini dia lagi hepi
banget, tapi justru nggak ada satu pun teman yang bisa jadi tempat
untuk cerita kebahagiaannya. Sendiri. Doni mengusap wajahnya.
***
Percayalah, hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita lagi
sedih banget tapi nggak ada satupun teman untuk berbagi. Hal yang
paling menyakitkan adalah saat kita lagi hepi banget tapi justru nggak
ada satupun teman untuk membagi kebahagiaan tersebut.
Tapi ada yang lebih celaka lagi, yaitu ketika kita justru senang
banget pas lihat teman susah, dan sebaliknya terasa susah banget di hati
pas lihat teman lagi senang. Hiks!
***
0 komentar:
Posting Komentar