Posted by Blogger Name. Category:
cerpen Islami
Penulis : Aulia Rahmadini
Tangerang, 20 Desember 1999. Ya, itu adalah hari paling bersejarah
dalam hidup ku. Di hari itu, aku dapat membuka kedua mata bulat kecil
ku. Melihat beribu wajah disitu. Dalam kehidupan baru ku. Di dalam
pelukan kedua orangtua ku. Kecupan dari bibir itu mendarat di kening ku.
Pada saat itu aku merasakan Surga Dunia. Hidup di tengah keluarga
kecil. Hingga kini aku beranjak dewasa, dengan semua kecukupan yang ku
dapatkan. Aku merasakan keluarga kecil lainnya di sekolah, dengan
teman-teman. Sampai suatu saat aku akan pergi berpencar dari mereka,
entah akan dapat dunia seperti apa lagi. Dalam keluarga seperti apa? Apa
aku akan diperlakukan baik?. Pasrah! Aku menganggap semua ini bodoh!
Perpisahan? Bukankah hal itu menyedihkan? Apa nanti aku sendiri?. Ku
terus menjalani hari ku dengan berbagai cara. Melawan rasa sedih ku,
melawan rasa takut ku.
Tangerang, 03 Maret 2011. “Ra, kamu mau masuk mana? Umi mau kamu
masuk MTsN Negri II ya—” terbayang sudah, aku yang dari awal menganggap
sekolah “madrasah” itu buruk. Bahkan sangat buruk. Aku yang akan disuapi
pelajaran agama, agama, dan terus agama. Kapan aku bisa bebas dari
semua itu? Tapi aku gak bisa berbuat apa-apa. “Ya sudah mi, tapi kalau
itu berat buat aku, aku gak mau ya mi”. hingga aku bertemu di suatu
pagi, melangkah memasuki pagar sekolah yang besar. Aku membatin apa ini
yang akan jadi sekolahku? Wow. Besar sekali. “Gimana? Udah siap? Baca
bismillah dulu ya” Umi memberikan semangat kepada ku, aku hanya bisa
tersenyum.
Aku berada dalam suatu ruangan. Disitu, di tempat itu aku merasakan
hal yang berbeda, dengan wajah baru, yang tak ku kenali satu pun. “Kamu
hafal surat al-fatiha sampai surat apa?” aku bergetar, entah apa yang
aku pikirkan saat itu. “Emm.. sampai At-Takastur” aku menjawab dengan
pelan, dan aku harus mengulang pernyataan ku tadi. “Baik, coba kamu baca
surat Al-Humazah” seorang lelaki menyuruh ku membacakan surat itu. Aku
berhasil. Test selanjutnya aku harus menuliskan kaliamat Syahadat dan
dua ayat surat An-Nas. Tak bisa ku percayai, seorang anak sebaya dengan
ku, yang duduk di sebelah ku tak bisa menghafal surat An-Nas dengan
baik, bahkan ia lupa. Apa ini yang dimaksud kebodohan? Aku masih
bersyukur dapat menghafal walaupun baru sedikit. Selanjutnya aku membaca
dua ayat Al-qur’an. Dan aku bersykur karena dapat menghadapi test itu
dengan baik. Selanjutnya aku mengikuti test wawancara, dan sekali lagi
aku berhasil. Aku keluar dengan senyum yang mengembang. “Oke mi, aku
akan terus pertahanin sampai akhir test nanti” aku bicara dengan wanita
cantik. Umi ku.
Tangerang, 07 April 2011. “Kamu, gak lolos test ini, gimana? Mau ikut
test selanjutnya?” seorang wanita menghampiri ku. seketika wajah ku
berubah kumal. Hening. Tak sepatah kata pun ku ucapkan. Aku sedih.
Hingga akhirnya aku mengikuti test selanjutnya. Kembali berperang pada
100 soal 20 soal dari setiap mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa
Indonesia, Ipa, juga Bahasa Inggris. Dengan saingan yang lebih banyak
lagi. Ini penentuan, bismillah. Aku mengerjakan ke100 soal itu dengan
teliti.
Tangerang, 13 Mei 2011. Pengumuman, aku benar-benar takut. Tapi..
“Ra, lulus nih, urutan 154” tiba-tiba kakak sepupu ku memberikan berita
yang sangat menggemberikan bagi ku. Aku langsung mengucap syukur kepada
yang Maha Kuasa. Ternyata hasil belajar ku. hasil pejuagan ku, tidak
sia-sia.
Tangerang, 11 Juli 2011. Hari itu aku mengawalinya dengan semangat.
Sebelumnya aku enggan setelah aku tahu bahwa di sekolah itu hafalannya
berat. Bukan hanya hafalan surat-surat pendek, tapi melainkan dengan
hafalan hadist, doa-doa, dzikir atau pun tahlil. Terbayang sudah.
Ditambah dengan pelajaran full agama. Bahasa Arab, Sejarah Kebudayaan
Islam, Al-Qur’an Hadist, Aqidah Akhlak, dan Fiqih. Tapi setelah aku
berpikir lagi, mau kemana nanti aku? Akhirnya aku memutuskan untuk
masuk.
Pagi pertama hari itu, MOS dilakukan secara meriah, penampilan dari
Marching Band, lalu kegiatan lainnya. Dimana kita dilatih dalam hal
kekompakan dan lain-lain. Dari situ aku merasakan dunia baru yang lebih
menarik dan mengasikkan. “Haiii, nama kamu siapa? Aku Sakura” aku
mengulurkan tangan kepada seseorang yang berbaris di belakang ku “Aku
Tari, nanti kita duduk berdua ya” ia tersenyum lembut. Aku membalasnya
dengan sebuah anggukkan pelan. Hari pertama aku lewati dengan baik,
begitu pula hari-hari lainnya. Kini aku benar-benar menyatu dengan
teman-teman sekelas ku, keluarga kecil baru ku di sekolah.
“Nanti, kalau kita udah enggak sekelas gimana ya? Sepi kali ya?
Hmmm…” satu kalimat yang diucapkan Nasya tadi membuat semua meneteskan
air mata. Sekarang? Kalau nanti pisah. Akhirnya hari yang paling dibenci
‘Test Kejurusan Kelas VIII’ ada enak dan enggaknya ya. “Kita kalau bisa
jangan dipisah deh ya..” aku memeluk Tari dan tersenyum. Tapi saat aku
lihat di website MTsN II aku masuk dalam kelas Inggris 2. “Kirain masuk
kelas Arab”. Tiba saatnya aku bersama dengan teman-teman ku di kelas
Inggris 2. Kurang lebihnya aku sudah mengenal anak-anak itu.
“Eh nanti ada tambahan convertation sama Miss Nadya. Jangan pada pulang dulu!” Tirta mengingat kepada anak-anak terlebih sama yang laki-laki. “Capek ya, kita kan kemarin gak ada Miss Nadya, jadi sekarang tambahan kita 2 jam. Dan kita pulang jam 4 nih? Bisa sampai rumah jam setengah 5 ini mah” semua anak terlihat lesu, wajah yang sudah tak bersemangat lagi. “Eh, udah ah gua mau pulang”. Aku dan yang lainnya sholat ashar dulu di sekolah. “Ya udah gua juga pulang ah” ucap Erlanda dan segera meninggalkan sekolah. Selesai sholat kita kembali ke kelas dan merapikan buku-buku pelajaran. “Eh, jangan lupa besok tadarus, bawa al-qur’an. Jangan lupa juga puasa sunah besok” ya setiap hari kegiatannya berbeda. Seperti halnya, senin upacara, selasa sholat duha, rabu tadarus, kamis pembinaan, dan jum’at yasinan atau bersih-bersih.
“Eh nanti ada tambahan convertation sama Miss Nadya. Jangan pada pulang dulu!” Tirta mengingat kepada anak-anak terlebih sama yang laki-laki. “Capek ya, kita kan kemarin gak ada Miss Nadya, jadi sekarang tambahan kita 2 jam. Dan kita pulang jam 4 nih? Bisa sampai rumah jam setengah 5 ini mah” semua anak terlihat lesu, wajah yang sudah tak bersemangat lagi. “Eh, udah ah gua mau pulang”. Aku dan yang lainnya sholat ashar dulu di sekolah. “Ya udah gua juga pulang ah” ucap Erlanda dan segera meninggalkan sekolah. Selesai sholat kita kembali ke kelas dan merapikan buku-buku pelajaran. “Eh, jangan lupa besok tadarus, bawa al-qur’an. Jangan lupa juga puasa sunah besok” ya setiap hari kegiatannya berbeda. Seperti halnya, senin upacara, selasa sholat duha, rabu tadarus, kamis pembinaan, dan jum’at yasinan atau bersih-bersih.
Tangerang, 17 Mei 2013 “Untuk seluruh kelas 8 Madrasah Tsanawiyah
Negri II, besok akan dilaksanakan ICBC tunas 4 di Cilodong, Depok”
pengumuman dari meja piket membuat semua siswa kelas 8 bersorak
kegirangan. Cilodong. Memang itu lah yang ditunggu. Dalam ICBC (Islamic
Character Building Center) dimana kita dilatih dalam hal kekompakan di
kelompok, dilatih bangun lebih pagi. Melaksanakan ibadah tepat waktu,
disini juga kita merasakan kebersamaan walau pun hanya sehari. Kapan
lagi coba? Dimana lagi? Bisa bareng-bareng, bangun pagi-pagi ibadah.
“Yeah kita on the way to Cilodong!!!” kita semua bersorak, dengan menggunakan tronton kita melaju di jalan tak lupa berdoa. semua flashback tentang Study Observasi Lapangan saat di Jogja, itu pengalaman paling seru. Aku di bus 3 dan bareng sama anak kelas Arab, Inggris 1. Pengalaman yang gak mungkin dilupakan. Dan mobil tronton pun memasuki halaman wisma atlet. “Eh kenapa tiba-tiba gue deg-degan gini ya?” aku lihat tangan Nasya bergetar hebat dan wajahnya mulai memucat. Duh lagi-lagi Nasya takut.
“Yeah kita on the way to Cilodong!!!” kita semua bersorak, dengan menggunakan tronton kita melaju di jalan tak lupa berdoa. semua flashback tentang Study Observasi Lapangan saat di Jogja, itu pengalaman paling seru. Aku di bus 3 dan bareng sama anak kelas Arab, Inggris 1. Pengalaman yang gak mungkin dilupakan. Dan mobil tronton pun memasuki halaman wisma atlet. “Eh kenapa tiba-tiba gue deg-degan gini ya?” aku lihat tangan Nasya bergetar hebat dan wajahnya mulai memucat. Duh lagi-lagi Nasya takut.
Rembulan bersinar malu dikala itu. Seketika semangat ku, patah begitu
saja. “Kenapa? Ikut gak?” Shasa bertanya pada ku. Kenapa? Kok tiba-tiba
aku berubah pikiran ya? Kenapa ini?. Tiba-tiba aku takut untuk
mengikuti kegiatan JERIT MALAM. Entah, apa aku takut akan hantu. Atau..
ya aku tidak tahu. “..nanti kalian akan menemukan sebuah makam tua, maka
kalian harus mencium kuburan itu—“ saat pak abri itu mengatakan kalimat
“KUBURAN” terbayang sudah. Takut. Itu yang kurasakan. Tapi, rasa
penasaran ku pun ikut menyelimuti. Akhirnya aku pun ikut kegiatan
tersebut.
Saat itu kita semua dikumpulkan dalam suatu bangunan seperti aula.
Disaat itu dingin yang kurasakan. Takut, ketakutan ku memuncak. Ingin
rasanya menghindari. “Kamu kelompok dua ya”. Deg! Semua gemetar! Hebat!
Takut. Lilin pertama kita baca. Hening. Sunyi. Saat memasuki hutan,
gelap. Hanya penerangan dari rembulan yang menyinari, dan lilin yang
terpasang setiap jalan. Dan disamping lilin pun ada tulisan serta
makhluk yang membuat kami kaget terkejut. Hingga kami pun berjatuhan.
Dan akhirnya kita dapan menyelesaikan perjalanan itu karena kekompakan
kita.
Semua keluar dari baraknya masing-masing. Dengan berjalan menuju
lapangan basket. Ditemani peralatan sholat, dan rasa kantuk. Mata 5 watt
seperti orang-oarang China disana. “Huaaaa.. gue masih ngantuk tau bey,
balik kamar yuk” Anggie, ya makhluk satu ini memang kadang aneh. Toh,
kita mau sholat, dia maunya tidur lagi. “Udah ah, cemen ya lu.. ayuk
sholat nanti ketinggalan—” aku teringat sesuatu “Vita kemana gie?” saat
ku lihat, teman ku Vita tak ada dekat ku, iseng. “Oh iyaa” Anggie
menepuk keningnya.
Mentari menampakan wajahnya dikala pagi indah. Dengan hangat memeluk
tubuh ku. Lelah. Tapi, aku akan kembali ke sekolah tercinta ku. Dari
sekian banyak kegitan yang ku ikuti, aku sangat termotivasi untuk
melakukan ibadah dengan rutin dan tepat waktu. Terlebih aku suka untuk
melakukan ibadah sunah. Bagi ku keasikan tersendiri, ya.. untuk membuat
hati ku tenang. “Ohayou Gozaimasu kakak” aku tersenyum melihat
teman-teman ku yang duduk depan kelas. “Hoii.. pr matematika udah?
Ajarin dong” matematika perlajaran terakhir di kelas ku. ya tapi karena
gurunya yang killer ya harus cepat-cepat ngerjainnya. “Aihhh, Sakura
udah tau. Udah selesai terus dia ngegalau—” Tirta langsung menyambar
pembicaraan ku dengan Najwa, “Husss Tirta ya ngomongnya, siapa sih yang
galau? Hahaha” aku tertawa. “Dih ya Sakura lah yang galau. Galauin si—”
belum selesai Tirta bicara, Najwa langsung menjawab perkataan Tirta “si
Risky” Najwa pun lari ke kelas.
“Eh kalian, sholat duha yuk. Kan bu Rif’ahnya gak ada nih” aku mengajak teman-teman ku melaksanakan sholat duha. “Ayukkk” duh Tirta memang nomer satu deh kalau soal ke masjid. Hmm… niatnya sih dua, satu ibadah, satu lagi liatin anak kelas bina prestasi 2 deh. Aku, Tirta, Dewi, Najwa, dan Anggie pun bergegas ke masjid dengan membawa perlengkapan sholat. Mengambil air wudhu, dan langsung melaksanakan duha 4 rakaat. Rutinitas ku setiap tidak ada guru di kelas. Baik itu duha, ataupun tadarus. Ini, rutinitas baru ku saat bersekolah di madrasah tsanawiya. Ya, walau aku juga masih kurang suka dengan pelajaran muatan lokal, dengan surat yang panjang-panjang. Tapi lama-kelamaan aku terbiasa.
“Eh kalian, sholat duha yuk. Kan bu Rif’ahnya gak ada nih” aku mengajak teman-teman ku melaksanakan sholat duha. “Ayukkk” duh Tirta memang nomer satu deh kalau soal ke masjid. Hmm… niatnya sih dua, satu ibadah, satu lagi liatin anak kelas bina prestasi 2 deh. Aku, Tirta, Dewi, Najwa, dan Anggie pun bergegas ke masjid dengan membawa perlengkapan sholat. Mengambil air wudhu, dan langsung melaksanakan duha 4 rakaat. Rutinitas ku setiap tidak ada guru di kelas. Baik itu duha, ataupun tadarus. Ini, rutinitas baru ku saat bersekolah di madrasah tsanawiya. Ya, walau aku juga masih kurang suka dengan pelajaran muatan lokal, dengan surat yang panjang-panjang. Tapi lama-kelamaan aku terbiasa.
Tangerang, 11 Desember 2012. “Hajimemashite. Watashi no namae wa
Sakura desu. Yoroshiku minna” teman-teman ku hanya melamun. Aneh. Mereka
memang tidak mengerti arti dari kalimat yang ku ucapkan tadi. “Eh kok
melamun, kenapa dah?” dengan wajah polos ku, yang seakan-akan aku
menganggap mereka semua mengerti apa yang ku ucapkan tadi. “Eh Ra,
ngomong apaan sih? Itu bahasa apa? Planet mars?” dengan wajah penasaran
dan bingung Najwa bertanya pada ku. Aku tertawa. “Itu bahasa Jepang,
artinya. Perkenalkan, nama ku Sakura. Senang berkenalan dengan kalian”
aku menyengir memperlihatkan gigi ku yang kurang rapi pada bagian
bawahnya. “Oalah, eh btw. Kenapa? Mau ke Jepang lu? Pake bahasa Jepang
segala dah” pertanya itu aku jawab dengan singkat, namun pasti.
“InsyaAllah. Kuliah di Jepang” semua terkejut. Bagi mereka itu mustahil!
Mustahil! “watt? Sakura mau ke Jepang. No! ITU GAK MUNGKIN RA!!!” Tirta
berteriak sampai seisi kelas berhamburan mendatangi ku. “Sakura mau ke
Jepang?” suara bising itu memenuhi telingaku. Anak-anak manusia itu
memenuhi meja ku. “Heiii. InsyaAllah kalau diizinin sama umi sama abi”
aku mencoba keluar dari lingkaran anak-anak yang bagaikaan semut sedang
mengerubuti gula. Hihi kan aku manis.
Kicauan burung bersahutan, tebaran bunga membuat sempurna pagi ini.
Entah ini kah mimpi?. Tak pernah ku rasakan sebahagia ini diri ku. Tapi,
dimana dia? Hilang apa? Apa ini? Bukan! Ini hanyalah perasaan ku saja!
Dia? Dimana dia? Pergi?. Aku tak mengerti. Saat ini aku benar-benar tak
mengerti. Dia orang yang berarti bagi ku. Hilang! Sedih! Aku merasa
sendiri. Saat itu saat aku merasakan dia benar menghilang. Jerit tangis
ku pecah. Ingin rasanya aku lari, menghindar dari kenyataan menyakitkan
ini. Tapi? Aku tak mampu. Tak mampu berdiri tegak. Tegak dengan kedua
kaki ku. Aku marah! Marah! Tapi? Semua seolah tak melihat ku! benci! Aku
benci dengan semua kenyataan kala itu. Dimana? dimana semua orang yang
ku kenal?. Mereka disitu. tapi aku seolah bukanlah siapa-siapa. Kulit ku
perlahan seakan mengelupas. Malu. Seakan aku lemah. Mereka, bukanlah
mereka yang ku kenal. “Haiii” aku mencoba tersenyum. Tapi… “Siapa ya?”
dimana? dimana mereka?. Perlahan aku benar-benar merasakan kesendirian
dalam diam. Ingin sekali rasanya memberontak. Siapa aku? Punya hak apa?
Sudah lah.
Dear diary,
Ingin rasanya aku lari dari semua kenyataan ini. Lelah untuk menerima semua ini.
Aku yang selalu berada di dalam kepura-puraan ku.
Aku yang selalu berpura-pura ceria, dalam hati menangis.
Aku yang berpura-pura freedom sungguh dalam keseharian ku berbeda
Dengan semua beban yang ku jalani.
Ingin rasakan kebebasan di luar sana. Pergi.
Ingin merasakan angin sejuk alami bersih diluar sana.
Apa masih ada yang peduli? Who’s care to me?
Hmm.. nothing.
Ingin rasanya aku lari dari semua kenyataan ini. Lelah untuk menerima semua ini.
Aku yang selalu berada di dalam kepura-puraan ku.
Aku yang selalu berpura-pura ceria, dalam hati menangis.
Aku yang berpura-pura freedom sungguh dalam keseharian ku berbeda
Dengan semua beban yang ku jalani.
Ingin rasakan kebebasan di luar sana. Pergi.
Ingin merasakan angin sejuk alami bersih diluar sana.
Apa masih ada yang peduli? Who’s care to me?
Hmm.. nothing.
“Assalamu’alaikum” tak terasa hampir tiga tahun aku di madrasah ini.
Sedih rasanya aku harus meninggalkan sekolah ini. Sedih! Terlebih aku
harus meninggalkan seseorang. Apapun, itu semua harus kurelakan demi
cita-cita ku. Tanpa sekolah ku ini. Tanpa guru-guru ku ini, apalah arti
diri ku. Yang tak dapat menjadi diri ku sendiri. Aku kini, bukanlah diri
ku yang dulu. Kini aku menjadi seseorang yang jauh berbeda. Aku kini
menjadi orang yang benar-benar belajar dari setiap kegagalan ku. Dan
kini diri ku tahu, seberapa pentingnya pendidikan itu. Apa lagi
pendidikan agama. Seberapa bagus madrasah itu. Kini aku tahu, madrasah
adalah tempat menuntut ilmu dengan pelajaran yang plus. Dan kini pula,
aku merasakan kebersamaan dengan semua teman-teman ku. rasa takut akan
kehilangan kini menyelimuti ku. Dunia seperti apa nanti yang akan ku
terima? Akan kah ku dapat teman-teman sebaik mereka? Yang tulus sayang
pada ku?. Atau semua akan menjadi berbalik. Kini aku mengerti, ya.
Begitu pentingnya itu semua. Ilmu, ketaatan ku dalam beribadah,
kebersamaan ku. Semuanya ku dapatkan disini. Di tempat ini. Sungguh aku
tak rela jika harus meninggalkannya. Aku benar-benar tak punya air mata
yang cukup untuk menyudahi kebersamaan ini.
Arigatou Gozaimasu Minna
So, kalian inspirasi dalam hidup ku
Kalian yang telah memberikan ku warna di setiap hari ku
Remember! Kebersamaan kita tak akan yang dapat menggantikan
Warna yang tak pernah pudar
Air mata yang mengiringi langkah kita
Kebersamaan yang membuat kita menyatu
Gomen. Aku bukanlah makhluk sempurna
Dan aku tak luput dari kesalahan
“Pada tujuan yang aku ingin langit biru menunggu diriku
Mana yang lebih dulu memutuskan pita bagaimanapun juga boleh. Musim upacara kelulusan di dalam dada pun angin bertiup. Bunga sakura hari ini tercerai berai di tempat memikirkanmu” Thank’s for everything.
So, kalian inspirasi dalam hidup ku
Kalian yang telah memberikan ku warna di setiap hari ku
Remember! Kebersamaan kita tak akan yang dapat menggantikan
Warna yang tak pernah pudar
Air mata yang mengiringi langkah kita
Kebersamaan yang membuat kita menyatu
Gomen. Aku bukanlah makhluk sempurna
Dan aku tak luput dari kesalahan
“Pada tujuan yang aku ingin langit biru menunggu diriku
Mana yang lebih dulu memutuskan pita bagaimanapun juga boleh. Musim upacara kelulusan di dalam dada pun angin bertiup. Bunga sakura hari ini tercerai berai di tempat memikirkanmu” Thank’s for everything.
0 komentar:
Posting Komentar