Posted by Blogger Name. Category:
Cerpen Pernikahan Islami
Penulis : Redho Firdaus
Semoga cerpen ini bermanfaat buat kamu yang mau menikah atau sudah menikah, Selamat membaca
Semilir sepoi-sepoi angin malam itu, menerpa setiap sudut wajahku,
wajah sendu yang sedang bimbang di tengah hiruk pikuk di malam itu,
kuperhatikan beberapa anak muda mungkin beberapa tahun dibawahku sedang
sibuk membuat hiasan pernikahan di panggung yang sudah didirikan
bapak-bapak sore tadi, di sisi lain, para ibu-ibu juga sedang sibuk
masing-masing ada yang masak, ada yang menyiapkan prasmanan, dan
berbagai kegiatan lainnya, beberapa anak kecil sibuk berlari dari satu
tempat ke tempat lainnya, wajah ceria dan senyum lepas mereka
menyejukkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Bimbang, ya hatiku bimbang saat itu, aku kembali bertanya-tanya
kedalam lubuk hatiku yang paling dalam, sudah siapkah aku?, sudah
mampukah aku?, akankah ini tak terlalu cepat di usiaku yang masih 20
tahun ini? Apa kata orang-orang dengan pernikahan diniku ini?, semuanya
berkecamuk mesra di dalam setiap sudut pikiranku.
Besok adalah acara besar tersebut, acara yang akan membuatku segera
melepas masa lajang tersebut, melepas masa bujang tersebut, dan melepas
masa kesendirianku tersebut, yah… besok akan dilaksanakan akad nikah
yang akan digelar berbarengan dengan pesta syukuran setelahnya.
Melepas masa lajang? Kembali pikiran itu berkecamuk di hatiku, apakah
aku siap?, siap untuk melepas masa mudaku, aku sering teringat dengan
kata-kata temanku untuk tak terlalu terburu-buru menikah dahulu, ia
bilang masa muda itu singkat, tak akan mungkin terulang lagi, dan aku
baru sebentar sekali menyicipnya, namun dikala itu aku tak begitu
menghiraukan kata-katanya.
Melepas masa bebas? Ahh… akankah aku akan begitu terkekang ketika
sudah beristri kelak?, tak bisakah aku kumpul dengan teman-temanku
lagi?, ehmm.. tunggu dulu, di masa bujangku aku tak begitu sering
sekedar kumpul-kumpul atau begandang tak jelas dengan teman sejawatku,
mungkin karena aku tak begitu punya banyak teman, atau aku memang yang
tak suka dengan kegiatan tersebut.
“Ahh… lebih baik aku kembali ke kamar dan tidur saja..” gumamku, ini
lebih baik agar bisa terbebas dari pikiran-pikiran ngelantur tak jelas
ini, segera saja aku masuk ke kamar, kurebahkan badanku di kasur empuk
tersebut, kasur indah yang mungkin akan kutempati dengan istriku di
besok malam.
Namun tiba-tiba pikiranku melayang lagi, usia 20 tahun aku sudah
menikah, apakah tak terlalu cepat?, apakah aku dan calon istriku kelak
yang usianya juga 20 tahun sekarang bisa melewati setiap badai yang akan
menghadang rumah tangga kami?, apakah aku kelak dan ia bisa merawat
anak kami dengan sebaik-baiknya?, apakah kami bisa tak bergantung lagi
dengan orang tua kami kelak?, begitu banyak pertanyaan yang mengelayut
bak monyet tua dipikiranku, membuat hilang sudah rasa kantukku, akupun
bangkit dari kasur tersebut, terdengar suara detingan gitar yang
bertalu-talu, juga disambut suara cekikikan pemuda-pemudi yang seumuran
denganku, mereka tak lain saudara sepupu dan beberapa temanku, saling
bernyanyi dan bersendau gurau, aku yakin mereka tak merasakan beban
seberat yang kurasakan saat ini.
Aku keluar dan ikut bergabung bersama mereka, mereka menyambutku
dengan hangat dan menyenangkan, timbul di benakku ingin seperti mereka,
masih bujang, masih gadis, lepas dan bebas…, namun segera kuusir
perasaan tersebut, toh aku yang menginginkan pernikahan dini ini,
mensegerakan menikah adalah sebuah pahala apalagi dalam sisi materi aku
sudah berkecukupan karena di usiaku yang masih muda ini, alhamdulilah
aku sudah dikaruniai sebuah pekerjaan tetap, dan juga alasanku untuk
segera menikah ini yah untuk menghindari pacaran, kegiatan yang
mengandung 1001 maksiat tersebut,
“Weiii… pengantin muda…” ujar salah satu dari merka
Aku hanya tersenyum kecut saja membalas panggilan tersebut.
“Jangan terlalu malam tidurnya, ntar besok malah kecapean, kan malamnya bakal kerja keras, hahahaha” celetuk salah satunya lagi yang disambung oleh gelak tawa lainnya
“Ah kalian bisa saja” jawabku ringan
Aku hanya tersenyum kecut saja membalas panggilan tersebut.
“Jangan terlalu malam tidurnya, ntar besok malah kecapean, kan malamnya bakal kerja keras, hahahaha” celetuk salah satunya lagi yang disambung oleh gelak tawa lainnya
“Ah kalian bisa saja” jawabku ringan
Setelah itu kami saling bernyanyi dan bersendau gurau, hilang sudah
penat di hatiku, namun karena memang tak terbiasa begadang, mataku berat
juga, ku lihat beberapa dari kami juga sudah menghilang dan
bertumbangan, aku pamit dan kembali ke dalam kamarku.
Kurebahkan lagi badanku ke kasur empuk tadi, dan kini hanya dalam
beberapa hitungan detik saja dan hisapan nafas, aku sudah melayang ke
dalam dunia mimpi yang siap membuai angan-anganku.
“Assalamualaikum…” ujarku pelan didampingi kedua orangtuaku di hari yang terik itu
“Waalaikumsalam… masuk.. masuk..” jawab seorang ibu dari dalam sana, kami bertiga segera masuk dan duduk di kursi ruang tamu,
“Waduh ada apa nih adik dan orang tuanya datang main kesini..?” tanya ibu tersebut, beberapa saat kemudian seorang gadis dengan jilbab panjangnya dan baju jubah panjangnya yang menutup setiap sudut auratnya tersebut datang membawakan kami minuman dan beberapa makanan ringan..
“Silahkan…” ujarnya pelan
“Terima kasih” jawab ibu, gadis itu tersenyum dan masuk kembali ke dapur
“Begini bu, kami disini selaku orang tua dari anak kami mau mengantarkan dia… ehmm… kamu saja yang lanjutkan nak..” ujar ayahku
“Bismillahirahmanirahim, insyaallah, maksud kedatangan aku, ayah dan ibu kesini karena ingin menyempurnakan setengah dari agama islam, aku ingin mengkhitbah anak ibu…” jawabku lantang dan lancar..
“Waduhh… alhamdulilah, kalau ibu sih terserah kepada anak ibu saja yang memutuskan, karena sejak awal ibu juga sudah menyerahkan calon suami kepadanya” jawab ibu tersebut sedikit kaget, namun ia bisa mengendalikan diri dan memberikan senyum ramahnya.
“Naakk… sini nak…” panggil ibu itu lagi
Gadis tersebut keluar dari belakang dan duduk di sebelah ibunya
“Gimana nak, kamu sudah dengar tadi dari belakangkan?” tanya ibunya lagi
“Bismillahirahmanirahim… insyaallah, dengan mengharap Ridho-Nya, aku terima lamaran mas..” jawab gadis tersebut sembari tersenyum simpul..
“Alhamdulilah…” hampir serentak kami yang berada di ruangan tersebut melafaskan hamdalah, senyum merkah bermekaran dari bibir kedua orangtuaku dan ibu gadis tersebut, aku menutupkan wajahku sembari mengucap syukur tiada henti kepada sang pencipta…
“Waalaikumsalam… masuk.. masuk..” jawab seorang ibu dari dalam sana, kami bertiga segera masuk dan duduk di kursi ruang tamu,
“Waduh ada apa nih adik dan orang tuanya datang main kesini..?” tanya ibu tersebut, beberapa saat kemudian seorang gadis dengan jilbab panjangnya dan baju jubah panjangnya yang menutup setiap sudut auratnya tersebut datang membawakan kami minuman dan beberapa makanan ringan..
“Silahkan…” ujarnya pelan
“Terima kasih” jawab ibu, gadis itu tersenyum dan masuk kembali ke dapur
“Begini bu, kami disini selaku orang tua dari anak kami mau mengantarkan dia… ehmm… kamu saja yang lanjutkan nak..” ujar ayahku
“Bismillahirahmanirahim, insyaallah, maksud kedatangan aku, ayah dan ibu kesini karena ingin menyempurnakan setengah dari agama islam, aku ingin mengkhitbah anak ibu…” jawabku lantang dan lancar..
“Waduhh… alhamdulilah, kalau ibu sih terserah kepada anak ibu saja yang memutuskan, karena sejak awal ibu juga sudah menyerahkan calon suami kepadanya” jawab ibu tersebut sedikit kaget, namun ia bisa mengendalikan diri dan memberikan senyum ramahnya.
“Naakk… sini nak…” panggil ibu itu lagi
Gadis tersebut keluar dari belakang dan duduk di sebelah ibunya
“Gimana nak, kamu sudah dengar tadi dari belakangkan?” tanya ibunya lagi
“Bismillahirahmanirahim… insyaallah, dengan mengharap Ridho-Nya, aku terima lamaran mas..” jawab gadis tersebut sembari tersenyum simpul..
“Alhamdulilah…” hampir serentak kami yang berada di ruangan tersebut melafaskan hamdalah, senyum merkah bermekaran dari bibir kedua orangtuaku dan ibu gadis tersebut, aku menutupkan wajahku sembari mengucap syukur tiada henti kepada sang pencipta…
“Allahuakbar… Allahuakbar…” suara adzan subuh membangunkanku dari
mimpi panjangku, ah… lagi-lagi mimpi itu terulang, mimpi ketika aku
mengkhitbah sang calon istriku tersebut, segera aku mengambil air wudhu
untuk segera sholat subuh, sempat sudut mataku melihat para ibu-ibu dan
bapak-bapak berjibaku dengan asap-asap menggepul dari kayu bakar yang
tengah menanak nasi dan air tersebut,
Pagi itu juga tukang rias sudah bersiap meriasku, di hadapan kaca
besar tersebut, lelaki yang agak gemulai itu sibuk menyisir dan memoles
wajahku agar terlihat lebih tampan, dari kaca besar itulah kulihat..
Ah…, aku tampan juga ya? Tapi apalah guna ketampanan ini lagi kelak
jika aku sudah tak bisa nongkrong di mall? Atau menarik perhatian
gadis-gadis di kampusku, namun segera ku beristighfar atas kekhilafanku,
tak lah ada manfaatnya jika aku melakukan seperti pikiran yang
dibisikkan setan barusan.
Acara akad pagi itu sekitar pukul 10 segera dilaksanakan, dengan
menggunakan adat rejang yang tersusun atas 4 bagian acara yang dimulai
dari acara satu, terlihat para pengurus adat berdiri sambil memegang
bakul sirih, dilanjutkan dengan beberapa prosesi lainnya hingga masuklah
pada acara inti, yakni akad nikah..
Dalam hati aku melafaskan basmallah…dan dilanjutkan qobul
“Aku terima nikahnya dan kawinnya Fatimah binti Samir, dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai”
“Sah…, sah…, sah…” berulang suara tersebut menggema dipikiranku
“Alhamdulilah…” ujar seluruh yang berada diruangan tersebut berbarengan
“Aku terima nikahnya dan kawinnya Fatimah binti Samir, dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai”
“Sah…, sah…, sah…” berulang suara tersebut menggema dipikiranku
“Alhamdulilah…” ujar seluruh yang berada diruangan tersebut berbarengan
Setelah itu penghulu membacakan doa dan acara prosesi pernikahan
dengan adat rejang tersebut ditutup dengan acara ke 4 yakni penutup.
Suasana begitu ramai siang itu, beberapa anak kecil berjubel berlari
dari sini kesana, sibuk tak karuan, para tamu undangan juga ada yang
mulai mengambil makanan yang disediakan oleh panitia, alunan musik
nasyid yang didendangkan teman-temanku terdengar syahdu mengiringi acara
siang itu, aku dan fatimah tegak berdampingan di peraduan menyalami
setiap tamu undangan yang memberi selamat,
“Selamat ya ukhti… selamat, akhirnya walimahan juga” ujar salah satu teman istriku tersebut.
“Selamat ya bro, selamat ya akhi, selamat cuy, selamat ya kak, selamat ya Firman..” berbagai macam ucapan selamat dari berbagai panggilan kuterima.
“Selamat ya ukhti… selamat, akhirnya walimahan juga” ujar salah satu teman istriku tersebut.
“Selamat ya bro, selamat ya akhi, selamat cuy, selamat ya kak, selamat ya Firman..” berbagai macam ucapan selamat dari berbagai panggilan kuterima.
Alhamdulilah, akhirnya acara dihari itu selesai juga, acara walimahan
alias pernikahan kami berjalan dengan lancar, dan sekarang kami sudah
halal… alhamdulilah…
Entah mengapa semuanya lepas sekarang, lega dari lubuk hatiku, semua
yang kurisaukan dahulu kini sirna sudah, aku sadar ini adalah keputusan
tepatku untuk menikahinya atas mengharap ridho dari Allah Swt,
insyaallah…
Sore itu aku dan fatimah duduk di teras rumah kami..
“Pacaran yuk…” godaku ke istriku tersebut..
“Yuk, pacaran selepas menikah kan halal” jawab istriku dengan senyum manis merona di pipinya
“Amin.. ya rabb…” jawab kami berbarengan
“Pacaran yuk…” godaku ke istriku tersebut..
“Yuk, pacaran selepas menikah kan halal” jawab istriku dengan senyum manis merona di pipinya
“Amin.. ya rabb…” jawab kami berbarengan
Aku starter motor bebek tuaku, motor bebek yang tak pernah sekalipun
membonceng wanita yang belum halal di jok belakangnya, kini akhirnya jok
belakang motor tersebut duduki seorang wanita juga, iya dia adalah
istriku, seseorang yang telah halal bagiku.
Kami telusuri setiap sudut kota sore itu, tak ada yang menghalang,
berboncengan dan duduk berdua kami di pinggir pantai sore itu, kami tak
khawatir karena kegiatan inipun juga bukanlah sebuah kegiatan maksiat
seperti yang dilakukan orang pacaran, alhamdulilah akhirnya aku
merasakan juga, dan aku dan istriku beruntung kami berdua bisa
merasakannya ketika kami berdua telah halal, dan ternyata keputusan aku
dan fatimah untuk menikah muda bukanlah suatu hal yang sia-sia, dan
salah satu nikmat yang kami rasakan ialah sore ini, berpacaran selepas
nikah itu nikmat, apalagi di usia muda, dan tentunya kami sudah tak
sabar menanti nikmat-nikmat lainnya dari menikah muda yang diRidho-Nya
ini, dan pada akhirnya perjuangan kami menjaga kehormatan masing-masing
dijawab dengan indah oleh Allah Swt dengan sebuah mahlinggai pernikahan
yang begitu indah
0 komentar:
Posting Komentar